Tantangan sebagai interpreter
Sebagaimana melansir hai.grid.id, seorang interpreter berpengalaman bernama Fajar Perdana menyebut jika menjadi juru bahasa bukanlah menyampaikan kata demi kata yang didengar dari narasumber.
Interpreter bukanlah penerjemah yang mempunyai tenggat waktu untuk menerjemahkan sesuatu, bisa membuka kamus dan mencari di internet.
Oleh karenanya sebelum memulai pekerjaan, interpreter butuh waktu untuk belajar materi yang akan disiapkan atau dibicarakan oleh narasumber.
"Kami bukan seperti penerjemah tulisan yang punya tenggat waktu longgar, bisa buka kamus, internet atau bertanya. Kami tak punya kemewahan itu," ujar Fajar.
"Kami harus bekerja cepat, mendengarkan si narasumber lalu menyampaikan apa yang dikatakannya kepada pendengar," lanjutnya.
Menurut Fajar, profesi ini layak dijalani karena bisa memberikan penghasilan yang cukup besar walau tidak ada standar tertentu yang menetapkan.
Namun, Indra Damanik, seorang intrepreter yang merupakan alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) memberi bocoran kisaran gajinya.
Tahun 2016 lalu saja, gaji seorang interpreter untuk satu hari bisa mencapai Rp10 juta.
Lantaran bergaji tinggi, profesi ini juga memiliki risiko, terutama dari sisi hukum mengingat tidak jarang interpreter mendampingi kepala negara atau perwakilan suatu negara.
Oleh sebab itu, seorang interpreter wajib menjaga dan mempertahankan kualitasnya supaya tetap dipercaya oleh klien.
Baca Juga: Tips Mendalami Profesi Generalis seperti Kim Seon Ho di Hometown Cha Cha Cha
"Hal utama yang harus diperhatikan adalah menjaga kualitas, karena pekerjaan ini sangat berbasis dengan kepercayaan," ungkap Fajar.
Itulah tadi perbedaan antara profesi penerjemah dengan interpreter yang perlu Kawan Puan tahu.
Mungkinkah Kawan Puan tertarik menjadi seorang interpreter? (*)