Saat itu ia harus menjadi interpreter untuk perceraian antara pasangan berkewarganegaraan Indonesia dan Prancis.
"Perceraian itu buatku cukup mengagetkan. Itu tidak mengenakkan dan ada ributnya," cerita ibu satu anak ini.
"Dalam perceraian itu, si Istri ternyata nggak bisa bahasa Prancis. Jadi aku harus menerjemahkan suaminya marah-marah. Lalu aku bertanya-tanya 'selama ini kalian berkomunikasi lewat apa?". Ternyata klienku cerita kalau selama ini ia berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris," lanjutnya.
Tak hanya untuk acara pernikahan dan perceraian, Tya juga pernah menjadi interpreter untuk imigrasi dan kepolisian.
Baca juga: Kisah Ence Adinda dalam Memberdayakan Perempuan untuk Peduli Lingkungan
"Waktu itu ada beberapa pekerja asing yang harus background checking. Terus wawancara mereka untuk bertanya, sebenarnya mereka ngapain di sini. Masih ada izin tinggal atau enggak. Itu cukup menegangkan,"ujar perempuan lulusan S2 Universitas Pendidikan Indonesia ini.
Saat ini Tya tetap menjadi interpreter meski disibukkan dengan pekerjaan mengajar dan kegiatan wirausahanya.
"Dulu sempat mengajar menjadi dosen bahasa Prancis di ESMOD, kemudian stop. Kemudian aku mengerjakan brand sendiri produk sepatu sama pastry Prancis. Jadi aku baking. Tapi tetap sih, kalau ada tawaran jadi interpreter, aku ambil," papar Tya.
Kemudian, Tya juga membagikan tips mudah menjadi interpreter untuk Kawan Puan.
"Rajin mendengar lagu atau film bahasa asing. Awalnya aku menonton dengan subtitle. Lalu kemudian menonton ulang tanpa subtitle sampai hafal," bagi Tya.
Wah, sungguh menantang sekali ya profesi yang dijalani oleh Tya! (*)