Parapuan.co- Kawan Puan, selama pandemi banyak para pekerja yang mengalami gangguan kecemasan, stres, depresi, dan burn out akibat overworking.
Menurut UU Ketenagakerjaan, jam kerja para pekerja telah diatur selama 7-8 jam perhari atau 40 jam perminggu.
Namun masih banyak pekerja yang bekerja melebihi waktu yang ditentukan hingga overworking.
Hal itu dibenarkan sebuah penelitian yang dilansir oleh Better Workplaces menunjukkan banyak orang yang bekerja dari rumah mengaku tidak bisa kehidupan pribadi dan profesionalnya tercampur.
Baca juga: Kerap Dinormalisasi, ini Dampak Buruk Toxic Productivity dalam Bekerja
Tentu saja banyak para pekerja mengalami toxic productivity akibat bekerja terlalu berlebihan.
Bahkan seorang psikoterapis di University College London Hospital, Dr Anika Petrella mengatakan jika produktivitas bekerja yang berlebihan hingga mengabaikan kesejahteraan diri sendiri dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental.
"Seringkali respons terhadap kecemasan internal, seperti ketakutan akan kritik, penilaian atau kegagalan, toxic productivity dapat menyebabkan perasaan negatif bahwa kita tidak pernah "memenuhi sasaran". Terlepas dari seberapa produktif kita, toxic productivity mendorong kita untuk menjadi sangat kritis dan tak henti-hentinya menuntut kita untuk memenuhi standar tinggi yang terinternalisasi," ujar Petrella dilansir dari laman Vogue.
Lalu apa tandanya jika seseorang mengalami toxic productivity?