Parapuan.co- Kawan Puan, baru-baru ini ada seorang jurnalis perempuan yang meraih nobel perdamaian bernama Maria Ressa.
Perempuan berusia 58 tahun itu meraih penghargaan nobel perdamaian 2021 pada Jumat (8/10/2021) lalu.
Saat meraih penghargaan tersebut, Maria Ressa sedang menghadapi kasus pencemaran nama baik yang melibatkan perusahaan media miliknya, yakni Rappler.
Tak hanya terlibat satu masalah, Maria Ressa kerap terlibat banyak masalah karena karya jurnalistiknya.
Bahkan pada kasus terakhirnya, ia divonis bersalah dan mendapat hukuman enaam tahun penjara.
Baca juga: Jurnalis Perempuan Maria Ressa Raih Penghargaan Nobel Perdamaian 2021
Kini ia bebas karena mampu membayar uang jaminan sebesar seratus ribu peso.
"Maria Ressa harus membayar lebih banyak uang jaminan ketimbang Imelda Marcos,” tulis sebuah surat kabar Manila yang dilansir oleh tribunnews.com.
Kemudian sosok Time Person of The Year 2018 dia dibebaskan pada 2020 lalu.
Kerap kritik kebijakan Duterte
Banyak dakwaan yang dijatuhkan pada Rappler dan Maria Ressa sebagian besar tentang pemberitaan kebijakan Presiden Duterte seputar narkoba.
Duterte bahkan menyebut Rappler sebagai "saluran kabar bohong" hingga media tersebut melakukan penggelapan pajak dan mencemarkan nama baik.
Meski Rappler kerap diancam, Maria Ressa tetap teguh melanjutkan apa yang sudah ia kerjakan.
"Demi melanjutkan apa yang sudah kami kerjakan, Rappler setiap hari hidup di bawah ancaman penutupan, kami terperangkap pasir hisap,” kata Ressa dalam pidatonya yang disiarkan langsung saat upacara penyerahan penghargaan di Oslo, Norwegia, pada Jumat (08/10/2021).
Maria Ressa berharap penghargaan Nobel Perdamaian 2021 yang diraihnya mampu memperjuangkan kebebasan pers di Filiphina.
"Apa yang harus kami lakukan sebagai jurnalis adalah bertahan,” tambahnya.
Hingga kini Filiphina bersikeras membantah terlibat dugaan kasus yang ditujukan pada Rappler dan Maria Ressa.
Saat ini dua dakwaan pencemaran nama baik terhadap Ressa sudah digugurkan pengadilan pada awal 2021 lalu.
"Dalam dua tahun, pemerintah Filiphina menerbitkan sepuluh perintah penahanan terhadap saya. Situasinya seringkali sangat sulit,” Ujar perempuan kewarganegaraan Amerika Serikat ini.
Baca juga: Nasib Sedih Para Jurnalis Perempuan Afghanistan dalam Kuasa Taliban
Sosok Maria Ressa
Maria Ressa mendirikan Rappler awalnya sebagai sebuah laman di facebook.
Sebagai pimpinaan redaksi, ia kerap mendapatkan pesan ancaman.
Ancaman pada medianya semakin meningkat setelah Duterte naik menjadi presiden.
"Saya memulai sebagai reporter pada tahun 1986 dan sudah bekerja di banyak negara di dunia, saya sudah pernah ditembak dan diancam dengan pembunuhan, tapi tidak pernah diancam mati dengan seribu tusukan seperti ini,” kata Maria Ressa tahun lalu.
Ia berteguh pada prinsipnya untuk terus menjunjung nilai kebebasan pers
"Kita harus terus menjadi cahaya di tengah kegelapan,” tuturnya.
"Kami harus terus melakukan jurnalisme demi akuntabilitas,” tambahnya. (*)