Parapuan.co - Di era yang serba modern ini, penting bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi agar dapat bertahan.
Salah satu upaya yang digencar-gencarkan oleh pemerintah kepada para pelaku UMKM lokal untuk terus bertahan dan mengikuti perkembangan zaman adalah melalui digitalisasi UMKM.
Apalagi, di masa pandemi ini banyak sekali UMKM yang mengalami penurunan omzet yang signifikan dari sebelum pandemi.
Bahkan data dari Asosiasi UMKM Indonesia menunjukkan, jumlah kerugian rata-rata yang dialami UMKM lokal akibat pandemi COVID-19 mencapai 80 persen.
Artinya, apabila ingin tetap bertahan, pelaku usaha harus mencari solusi, seperti dengan beralih ke UMKM digital dan memanfaatkan teknologi yang ada saat ini.
Baca Juga: 3 Tips Membangun Bisnis dengan Ide Otentik yang Mudah bagi Pemula
Hanya saja, transformasi UMKM tradisional ke UMKM digital tidak semudah yang dibayangkan, Kawan Puan.
Menurut Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Jawa Barat, Atalia Praratya, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi oleh UMKM agar bisa beralih ke UMKM digital.
Tantangan dalam digitalisasi UMKM
1. Belum banyak UMKM bergabung di ekosistem digital
Meski saat ini sudah banyak sekali UMKM lokal yang memasarkan produknya secara digital melalui media sosial dan marketplace, ternyata UMKM yang belum beralih ke ekosistem digital lebih banyak lagi.
Atalia menyebutkan, banyak dari para pelaku UMKM tersebut yang masih belum terbiasa dengan teknologi saat ini.
Sehingga, untuk beralih dari pemasaran produk secara tradisional ke pemasaran produk melalui ekosistem digital masih sangat sulit.
“(Banyak UMKM yang) masih belum terbiasa dengan teknologi,” ujat Atalia Praratya, dalam acara Festival Fashion Lokal Jawa Barat, Senin (11/10/2021).
Secara keseluruhan, kata Atalia, di Indonesia baru 13 persen saja pelaku UMKM yang sudah beralih ke UMKM digital.
“Dari total 64,19 juta UMKM di Indonesia, baru 13 persen saja yang terhubung dengan pasar daring atau online marketplace. Ada data juga bahwa per Juli 2020 baru sembilan juta UMKM yang masuk digital,” jelasnya.
Baca Juga: 6 Kunci Membangun Website untuk UMKM agar Pemasaran Produk Makin Luas
2. Belum meratanya akses infrastruktur
Tantangan lainnya yang dihadapi UMKM lokal, terutama yang tidak tinggal di kota besar, adalah keterbatasan akses infrastruktur.
Dalam hal digitalisasi UMKM, akses infrastruktur yang dibutuhkan oleh UMKM agar bisa memasarkan produknya secara lebih luas tentunya adalah akses internet yang memadai.
“Menurut Kominfo, di Indonesia itu hanya sekitar 15 persen dari 83 ribu desa dengan internet yang layak,” papar Atalia Praratya.
Keterbatasan akses ini lah yang secara signifikan menghambat para pelaku UMKM, khususnya yang berdomisili di desa, untuk bisa go digital.
3. Anggapan transaksi yang menyulitkan
Ternyata, di daerah dengan akses internet yang lancar, masih ada juga pelaku UMKM yang belum memanfaatkan platform digital, Kawan Puan.
Pasalnya, pelaku UMKM ini beranggapan bahwa digitalisasi hanya akan menghambat mereka, terutama terkait transaksi.
“Masyarakat belum terbiasa dengan teknologi, bagaimana cara bayar. Ketika mereka terbiasa dengan beli dengan uang cash, uang tunai, kemudian mereka harus jualan jarak jauh, itu (mereka menganggapnya) agak repot ya,” ujarnya.
Padahal, dengan memanfaatkan teknologi, para pelaku UMKM memiliki kesempatan untuk memasarkan produknya agar dapat dijangkau masyarakat luas. (*)