Parapuan.co - Hari Anak Perempuan Sedunia diperingati setiap 11 Oktober, Kawan Puan.
Masa anak-anak seharusnya menjadi masa paling indah bagi seseorang. Oleh karena itu, kita harus menyadari betapa pentingnya hak anak-anak itu sendiri.
Bukan bahagia, anak-anak terutama anak perempuan kerap menjadi korban kekerasan lho, Kawan Puan.
Laporan Komnas Perempuan tahun 2020 menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap anak perempuan melonjak sebanyak 2.341 kasus atau sekitar 65% dari tahun sebelumnya!
Di masa pandemi dari Januari hingga Oktober 2020, kekerasan seksual secara daring bahkan mencapai 659 kasus.
Baca Juga: Hari Anak Perempuan Sedunia, ini Jenis Kekerasan yang Rentan Dialami Oleh Anak
Hal tersebut tidak jauh berbeda dari laporan yang diterima KPAI. Ada 651 kasus yang diterima KPAI ini berkaitan dengan pornografi dan kejahatan siber.
Mengejutkannya, sebagian besar korban dari kejahatan di atas adalah anak perempuan.
Dari data di atas, anak-anak perempuan ternyata menghadapi ancaman kekerasan yang sangat berbahaya di dunia nyata maupun digital.
Di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, anak-anak yang tergabung dalam Forum Anak Sepauk, melakukan penelitian anak tentang Pernikahan Anak.
Valentina selaku Ketua Forum Anak Sepauk mengatakan bahwa tema penelitian ini dipilih berdasarkan fenomena banyaknya anak yang menikah di Sintang.
"Berdasarkan wawancara yang kami lakukan dengan mereka yang menikah di usia anak, mereka rata-rata menyesal menikah dini. Banyak yang tidak mengetahui dampak pernikahan dini. Karena itu, kami ingin pemerintah melarang anak-anak untuk menikah, dan memberi tahu dampak pernikahan dini," kata Valentina.
Tak hanya Valentina, Grace yang merupakan seorang perwakilan dari Sumba Timur menceritakan jika angka kekerasan terhadap anak di Sumba Timur meningkat sangat drastis.
Sejak Maret hingga September 2021, terjadi kurang lebih 40 kasus kekerasan terhadap anak dengan 36 diantaranya adalah kekerasan seksual dengan usia korban berkisar 5-17 tahun.
"Hal ini menyakitkan hati, cukup mengagetkan, bahwa ini terjadi pada anak-anak di Sumba Timur," ujarnya.
Melihat masih banyaknya kasus penyelewengan hak khususnya bagi anak perempuan, tentunya diperlukan upaya pencegahan agar anak perempuan tidak semakin banyak yang jadi korban kekerasan.
Hal ini disampaikan oleh Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ciput Eka Purwianti.
Baca Juga: Mengenal Kepribadian ENTJ, Tegas dan Cepat Menyelesaikan Masalah
"Edukasi juga terus dilakukan di tengah masih sangat terbatasnya kader dan aktivis di tingkat desa/kelurahan. Baru ada sekitar 10% dari sedikitnya 80.000 desa/kelurahan di Indonesia yang memiliki kader/aktivis perlindungan anak terlatih," ucap Ciput.
Selain edukasi, Ciput juga memaparkan upaya lain seperti pemberdayaan perempuan.
"Selain itu, pemerintah juga fokus pada pemberdayaan perempuan sehingga keluarga memiliki daya lenting dan lebih sejahtera melalui program desa ramah perempuan dan peduli anak yang telah disepakati bersama Kementerian Desa dan PDTT. Program ini mendorong percepatan terwujudnya kota/kabupaten layak anak untuk mendorong keterlibatan semua pihak memenuhi hak-hak anak dan memberikan perlindungan khusus," tutup Ciput.
Semoga kita bisa menciptakan lingkungan yang sadar akan kekerasan terhadap anak perempuan dan berhenti untuk menormalisasikannya.
(*)