Pada RUU HPP, pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mendapat batasan pendapatan bruto yang tidak dikenai pajak, yaitu jika pendapatan usahanya tidak sampai Rp 500 juta per tahun.
Dengan adanya RUU HPP ini, UMKM diharapkan akan terbantu dalam melakukan usahanya dan pergerakan ekonomi.
Berdasarkan infografik yang dibagikan oleh Sri Mulyani, ada beberapa contoh kasus yang dijabarkan.
Pertama, jika seorang pedagang memiliki penghasilan kurang dari Rp 500 juta, maka ada perubahan pajak.
Misalnya, pedagang berpenghasilan Rp 450 juta dalam setahun, pajak yang harus dibayarkan sebelum RUU HPP adalah Rp 2,25 juta.
Angka tersebut dengan perhitungan Rp 450 juta dikalikan 0,5%.
Baca Juga: Apa Fungsi Bayar Pajak ke Pemerintah? Ini Jawaban Sri Mulyani
Setelah adanya RUU HPP, pajak yang harus dibayarkan adalah Rp 0 karena penghasilan pedagang kurang dari Rp 500 juta.
Bagi pedagang yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 500 juta per tahun juga ada keringanan yang kini diberikan.
Contoh lainnya, seorang pedagang memiliki penghasilan Rp 1,2 miliar dalam setahun.
Pajak yang harus dibayarkan sebelum RUU HPP adalah Rp 6 juta dengan perhitungan Rp 1,2 miliar dikalikan 0,5%.
Setelah adanya RUU HPP, pajak yang harus dibayarkan adalah Rp 3,5 juta dengan perhitungan Rp 1,5 miliar dikurangi Rp 500 juta yang gratis pajak.
Dengan RUU HPP ini, Kementerian Keuangan secara khusus memberikan perhatian kepada pelaku UMKM.
Pelaku UMKM diketahui mengalami banyak kerugian selama pandemi Covid-19 berlangsung di Indonesia.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Bekerja Harus Ada Sense of Mission, Apa Itu?
Sri Mulyani berharap para pelaku UMKM merasa terbantu untuk mempertahankan usahanya.
"Saya berharap pelaku UMKM akan sangat terbantu dalam mempertahankan usahanya dan mampu mengembangkan usahanya menjadi lebih besar lagi," tulis Sri Mulyani. (*)