Mereka dipaksa untuk tinggal di rumah saja sembari menunggu untuk dipersunting laki-laki.
Maria memang bisa dibilang mengikuti aturan yang berlaku tersebut, tapi ia banyak bergaul dengan golongan orang terpelajar.
Salah satunya adalah pendeta Belanda di Maumbi bernama Ten Hove, yang kemudian menginspirasinya untuk memajukan perempuan di Minahasa.
Memasuki usia ke-18 tahun, Maria Walanda menikah dengan seorang guru bahasa di sekolah Belanda yang ada di Manado.
Bersama sang suami, yaitu Jozef Frederik Calusung Walanda, Maria mengetahui situasi memprihatinkan di kawasan tempat tinggalnya di Airmadidi dan Maumbi.
Ia melihat bahwa perempuan di lingkungannya tidak punya pengetahuan mumpuni tentang kesehatan, rumah tangga, dan pengasuhan anak.
Alhasil, Maria pun mengajarkan mereka untuk menyulam, memasak, sampai membuat kue dari rumah ke rumah.
Baca Juga: Kisah Dewi Sartika, Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat
Kiprah Maria Walanda Maramis
Tahun 1917, Maria mendirikan organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya atau PIKAT.
Ia bahkan mendapatkan izin membuka sekolah rumah tangga dengan menggunakan kediaman seorang pedagang Belanda.
Sekolah yang didirikannya menampung perempuan-perempuan pribumi tamatan sekolah rendah dari berbagai kalangan.
Dalam beberapa tahun, PIKAT bahkan berhasil membuka cabang di luar Sulawesi, yaitu Kalimantan dan Jawa.
Kiprah Maria di dunia pendidikan ternyata memikat pemerintah Belanda.
Pada tahun 1920, Gubernur Jenderal Belanda mengunjungi sekolah PIKAT dan memberikan sumbangan berupa uang.