Parapuan.co - Tahun 2017 lalu kisah Nyai Ahmad Dahlan, istri pahlawan nasional Ahmad Dahlan diangkat ke layar lebar.
Kawan Puan yang tidak menonton film tersebut mungkin bertanya-tanya, seperti apa kiprah Nyai Ahmad Dahlan di Tanah Air sampai dibuatkan film biopik.
Barangkali, kamu juga penasaran apa saja jasa Nyai Ahmad Dahlan hingga dirinya diangkat menjadi salah satu dari pahlawan nasional perempuan di Indonesia.
Ingin tahu kisahnya? Simak informasi seputar profil dan biodata Nyai Ahmad Dahlan seperti dikutip dari Kompas.com berikut ini!
Baca Juga: Kisah Maria Walanda Maramis, Pahlawan Pejuang Hak Pilih bagi Perempuan
Profil singkat Nyai Ahmad Dahlan
Perempuan yang menjadi salah satu tokoh pergerakan emansipasi wanita ini memiliki nama asli Siti Walidah.
Siti Walidah adalah putri dari Kyai Haji Muhammad Fadli dari Kesultanan Yogyakarta yang lahir pada 3 Januari 1872.
Sebagai anak kyai, Siti Walidah tumbuh di lingkungan yang religius dan menempuh pendidikan yang islami.
Meski bersekolah di rumah, ia belajar banyak mengenai Islam, bahasa Arab, dan Al-Qur'an.
Memasuki usia matang, Siti Walidah menikah dengan Ahmad Dahlan yang kala itu sedang sibuk mengembangkan Muhammadiyah.
Siti Walidah pun mengikuti suaminya dalam perjalanan dakwah hingga kerap mendapatkan ancaman pembunuhan karena ajarannya dianggap radikal.
Kiprah Siti Walidah
Ahmad Dahlan menerapkan konsep Catur Pusat dalam pendidikan dengan menyatukan empat komponen.
Komponen tersebut antara lain pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan dalam lingkup tempat ibadah.
Hal ini juga dipraktikkan Nyai Ahmad Dahlan, di mana ia kemudian ikut aktif memberikan pengajaran kepada perempuan.
Untuk itu, ia mendirikan grup kajian bernama Sopo Tresno dan bergiliran mengisi pengajian.
Ketika memimpin kajian, Nyai fokus pada ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan persoalan perempuan.
Baca Juga: Kisah Dewi Sartika, Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat
Bukan itu saja, ia juga membentuk kelompok bernama Aisyiyah yang memiliki tujuan agar terlaksana masyarakat Islam yang sebenar-benarnya bagi perempuan.
Namun demikian, organisasi ini juga bergerak di bidang dan program lain, yaitu:
- Mengajarkan dan mengadakan dakwah Islam.
- Memajukan pendidikan pengajaran.
- Menghidupkan masyarakat tolong-menolong.
- Memelihara dan memakmurkan tempat-tempat ibadah dan wakaf.
- Mendidik dan mengasuh anak-anak dan kaum muda perempuan supaya menjadi putri Islam yang berarti.
- Mengadakan siaran penerbitan.
Kelompok Aisyiyah ini diresmikan pada 22 April 1917, tetapi setelah lima tahun bergabung dalam Muhammadiyah.
Jadi penerus Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan meninggal dunia pada 1923, dan Siti Walidah pun meneruskan apa yang sudah dimulai oleh suaminya.
Ia sempat menjadi pemimpin Muhammadiyah, dan menjadi perempuan pertama yang memimpin Kongres Muhammadiyah di Surabaya.
Ketika melanjutkan Aisyiyah pada 1934, organisasinya dilarang bekerja dengan perempuan di masa pendudukan Jepang di Jawa dan Madura.
Ia pun berjuang keras di sekolah yang dibangunnya, agar para siswanya tidak dipaksa menyanyikan lagu-lagu Jepang.
Tak hanya di sekolah dan organisasi, perjuangan Nyai Ahmad Dahlan juga terlihat saat ia ikut mengelola dapur umum buat para tentara selama Revolusi Nasional.
Bahkan, ia pernah berpartisipasi dalam diskusi tentang perang bersama Jenderal Soedirman dan Presiden Soekarno.
Baca Juga: Perjalanan Pahlawan Emansipasi RA Kartini Perjuangkan Pendidikan bagi Perempuan
Akhir hayat
Siti Walidah yang lebih dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan meninggal dunia tanggal 31 Mei 1946.
Ia kemudian dideklarasikan sebagai pahlawan nasional Indonesia oleh Presiden Soeharto berdasarkan Keppres Nomor 42/TK/1971.
Namanya pun disejajarkan dengan pahlawan perempuan Indonesia lain seperti RA Kartini dan Cut Nyak Dhien. (*)