Tahap Dua – Menetap dan Realisasi
Realita kehidupan pernikahan mulai terasa, termasuk kelebihan dan kekurangan pasangan yang belum diketahui sebelumnya.
Masing-masing mulai memahami pentingnya komunikasi terbuka dan keterampilan mendengarkan yang baik dalam menikah.
Pernikahan terasa seperti rutinitas, yang perlu dihidupkan lagi terkait gairah dan romantisme dengan pasangan.
Momen ini, pasangan perlu jujur dan terbuka atas apa pun. Termasuk menyampaikan kebutuhan, keinginan, hingga komplain kepada pasangan dengan cara yang baik.
Baca Juga: 7 Cara Menghadapi Silent Treatment dari Pasangan, Aku Harus Apa?
Tahap Tiga – Pemberontakan dan Konflik
Pernikahan terdiri dari dua orang yang berbeda, ini menyadarkan bahwa pernikahan tak selamanya bisa memenuhi harapan satu sama lain.
Konflik rumah tangga pasti ada, termasuk mengecewakan, tidak sengaja saling menyakiti, menyalahkan, menilai, mengkritik, merasa lebih berkuasa, hingga mendiamkan (silent treatment).
Perbedaan menjadi terlihat sebagai 'jurang pemisah', yang dapat menimbulkan ketakutan dan kecemasan yang merasuk ke dalam hubungan.
Momen ini, pasangan perlu melatih rasa empati, saling memaafkan, menerima, dan introspeksi diri untuk menjaga komitmen bersama sembari menghargai kebutuhan masing-masing.