Parapuan.co- Indonesia patut berbangga karena salah satu warganya berhasil menorehkan prestasi di kancah internasional dengan menjadi ilmuwan.
Seperti yang dilakukan salah satu peneliti perempuan asal Indonesia yang berada di Amerika Serikat.
Ia berhasil menemukan kandidat baru vaksin Covid-19 yang cocok dengan teknologi di Indonesia.
Selain itu, vaksin itu juga disebut lebih murah dan mudah didistribusikan karena tidak memerlukan lemari pendingin untuk mengamankan.
Baca juga: Pernyataan CFO Twitter Bikin Harga Bitcoin Anjlok Dibawah US$ 60.000
Lalu siapa sosok ilmuwan perempuan di balik penemuan vaksin Covid-19 tersebut?
Melansir dari Kompas, sosok tersebut adalah Novalia Pishesha yang merupakan junior fellow atau peneliti junior di Society of Fellows, Universitas Harvard.
Perempuan yang akrab disapa Nova ini juga menerbitkan jurnal ilmiah mengenai kandidat vaksin Covid-19 yang sedang ia kembangkan pada November 2021.
Ia mengembangkan vaksin Covid-19 yang berbasis protein.
Berdasarkan jurnal PNAS (Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America), vaksin tersebut menyasar langsung sel-sel penyaji antigen (antigen-presenting cells/APCs).
Nova dan timnya kemudian melakukan uji coba vaksin tersebut pada tikus muda dan tua.
Hasilnya, vaksin tersebut memberikan kekebalan tubuh tikus terhadap virus SARS-CoV-2 dan varian lainnya.
“Kandidat vaksin ini 100 persen efektif, karena semua tikus – jika Anda lihat datanya – terlindungi,” ujar Nova saat berada kantornya, di Boston Children’s Hospital, Massachusetts.
Nova bersama koleganya Hidde Ploegh dan Thibault J Harmand mengembangkan penelitian ini pada April 2020 setelah pengumuman status Covid-19 oleh WHO.
Bahkan Oktober lalu, Nova masuk ke dalam daftar 35 inovator Asia Pasifik berusia di bawah 35 tahun versi MIT Technology Review bersanding dengan Mark Zuckerberg dan Larry Page.
Baca juga: Novalia Pishesha Berbagi Cerita Soal Vaksin Covid-19 Berbasis Protein yang Dikembangkannya
Ia dianggap mempelopori teknologi nanobodi untuk pengobatan penyakit autoimun.
"Innovators Under 35 MIT Technology Review" sendiri merupakan pengakuan terhadap para inovator muda yang karya-karyanya dapat merevolusi gaya hidup dan membentuk masa depan dunia teknologi dan industri.
Sebelum menekuni bidang bio-engineering, Nova menamatkan pendidikan SMA di Singosari, Malang, Jawa Timur.
Sejak dulu, ia ingin menguasai ilmu yang bisa membantunya menolong orang-orang sakit karena beberapa orang terdekatnya meninggal tiba-tiba usai sakit tanpa diagnosis.
“Saya punya bibi yang saat saya beranjak dewasa menderita lupus, sebuah penyakit autoimun yang cukup umum. Beberapa teman saya juga menderita dan meninggal karena lupus waktu SMP. Hal-hal seperti itu yang benar-benar membuat Anda sadar bahwa ada banyak penyakit yang tidak dapat disembuhkan." Cerita Doktor lulusan Massachusetts Institute of Technology (MIT) itu.
/photo/2021/11/17/61937df8e1667jpg-20211117015757.jpg)
Nova juga sempat kuliah kedokteran di Indonesia selepas SMA, namun ia memutuskan keluar karena tidak cocok dengan sistem pendidikan di kampusnya.
Setelah itu ia bekerja bersama orang tuanya dan menjadi guru les, sebelum berkuliah di City College of San Francisco.
Pada tahun 2011, Nova lulus dari University of California at Berkeley melalui beasiswa.
Baca juga: Lebih Seru! Netflix Tawarkan Fitur Baru yang Bikin Kamu Hemat Kuota
Kemudian melanjutkan pendidikannya di Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada tahun 2012 dan meraih gelar PhD dalam bidang yang sama pada tahun 2018.
“Sebagai mahasiswa doktoral, saya melakukan penelitian rekayasa sel darah merah dan kemudian mendaftarkan beberapa hak paten dari situ. Kemudian, penasihat studi doktoral saya mendirikan perusahaan dari penelitian itu, yang kini menjadi perusahaan bioteknologi yang melantai di bursa saham sejak beberapa tahun lalu,” ungkap Nova.
“Pada intinya, hal itu membuat saya berpikir bahwa apa yang saya kerjakan mungkin sangat bermanfaat, maka itu saya lanjutkan saja sambil mencari kesempatan, membangun lebih banyak hal, menemukan lebih banyak hal, menciptakan lebih banyak hal, dan semoga saja – karena sekarang Indonesia tampaknya membutuhkan lebih banyak vaksin – temuan vaksin ini bisa bermanfaat," tambahnya.
Selain sibuk dengan penelitian dan bimbingan mahasiswa, Nova juga menjadi konsultan bagi sejumlah perusahaan dan tengah membangun perusahaan rintisan yang bergerak dalam bidang bioteknologi.
Semoga sosok Nova dapat menginspirasi sesama perempuan Indonesia untuk menjadi ilmuwan seperti dirinya! (*)