“Ini yang disebut Mas Menteri kemarin di acara perayaan Hari Guru Nasional sebagai kurikulum yang lebih fleksibel dan bisa disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan siswa,” ujar Anindito melalui cuitan di Twitter miliknya, Jumat (26/11/2021).
Anindito mengatakan, kurikulum yang fleksibel tersebut bertujuan untuk memberikan ruang bagi sekolah untuk merancang kurikulumnya sendiri.
Guna menghasilkan kurikulum fleksibel itu, Kemendikbud Ristek akan menerapkan prinsip desain less is more sehingga akan fokus pada hal yang esensial saja.
Bagian penting dari hal esensial dimaksud adalah Profil Pelajar Pancasila yakni sekumpulan karakter dan kecakapan yang menjadi tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran berdasarkan Pancasila itu berlaku untuk semua mata pelajaran dan juga kegiatan ko-kurikuler.
Baca Juga: Di Squid Game Janjikan Cuan, Bisakah Gaming Dijadikan Jalur Karier?
Nalar kritis merupakan salah satu contoh kecakapan yang dimaksud, hal ini mencakup kemampuan mencari, menganalisis, dan mengevaluasi informasi serta gagasan.
“Nalar kritis adalah kecakapan yang esensial di tengah banjir informasi di dunia digital yang sering mencampurkan antara fakta, opini, dan misinformasi,” tutur Anindito.
Anindito kemudian mengatakan, bahwa hal esensial terkait urusan digital merupakan terkait literasinya, bukan konten seperti e-sport. Bukan berarti, sekolah tidak boleh memiliki kurikulum yang membahas e-sport.
Hanya saja, kerangka kurikulum yang memberi ruang bagi sekolah untuk mengembangkan materi dan metode pembelajarannya harus sesuai dengan beberapa hal.
Misi sekolah, konteks lokal, sampai kebutuhan belajar siswa adalah hal yang harus diesuaikan. Artinya, bisa saja sekolah menggunakan konten spesifik semacam e-sport dalam kurikulumnya.
Terpenting ialah bagaimana materi tersebut pada akhirnya bisa bermanfaat untuk mengembangkan kecakapan esensial yang sudah disebutkan, seperti nalar kritis, kreativitas, dan gotong royong.
(*)