Masih berkaitan dengan kekerasan pada perempuan, keluarga atau orang tua anak perempuan penyandang disabilitas umumnya kurang memahami bagaimana mengasuh mereka.
Masih mengutip dari Kompas.tv, pada saat bersaman, keluarga atau orang tua anak perempuan dengan disabilitas juga tidak memahami bagaimana mendidik mereka.
Adapun salah satu faktornya yakni karena latar belakang pendidikan yang rendah serta faktor ekonomi.
Selain itu, keberadaan lembaga pendidikan yang inklusif, khususnya di wilayah pedesaan dinilai masih sangat terbatas.
"Hal tersebut menyebabkan banyak perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas sulit mengakses lembaga pendidikan inklusif yang lokasinya jauh dari rumah," tegasnya.
Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan KBGO dapat Diakibatkan Pinjaman Online
Lebih lanjut lagi, ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk jaringan internet semakin luas, namun Komnas Perempuan menyebut penggunaannya belum ramah disabilitas, terutama di masa pandemi Covid-19.
Terlebih lagi, informasi terkait kesehatan reproduksi yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas, terutama pada tingkat desa, hingga kini juga belum tersedia.
Padahal, salah satu hak penyandang disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pasal 5 nomor 1T, yaitu ia berhak berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi.
"Kondisi ini diperburuk dengan biaya internet yang tidak dapat dijangkau oleh semua penyandang disabilitas," ujar Komnas Perempuan.
Selain hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan pada perempuan disabilitas, informasi mengenai kesehatan reproduksi juga penting.