Apa Itu Marital Rape, Bentuk Kekerasan pada Perempuan dalam Rumah Tangga

Ratu Monita - Rabu, 8 Desember 2021
Marital rape, kekerasan pada perempuan dalam pernikahan.
Marital rape, kekerasan pada perempuan dalam pernikahan. Lyamport Galina Vyacheslavovna

Parapuan.co - Dalam hubungan pernikahan, memaksa istri untuk melakukan hubungan intim termasuk dalam pemerkosaan dan menjadi bagian dari kekerasan pada perempuan.

Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Komisioner Komnas Perempuan, Adriana yang mengatakan bahwa memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual adalah bentuk pemerkosaan terhadap istri atau lebih tepatnya marital rape.

Pasalnya, anggapan bahwa istri harus selalu menaati perintah suami, termasuk saat meminta melakukan hubungan intim masih kencang berhembus. 

Pemaksaan istri untuk melakukan hubungan intim dapat disebut sebagai bentuk pemerkosaan dalam rumah tangga dan tergolong ke dalam kekerasan pada perempuan.  

Disebut sebagai marital rape, kasus ini juga kerap disebut kekerasan seksual.

Marital rape sendiri merupakan hubungan seksual yang terjadi antara pasangan suami istri dengan cara kekerasan, paksaan, ancaman atau dengan cara yang tidak dikehendaki pasangannya masing-masing.

Lebih lanjut lagi, Adriana menyampaikan bahwa kekerasan seksual juga masuk ke dalam kategori Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Baca Juga: Kecam Dating Violence, Kemen PPPA Dorong Keadilan Kasus Mahasiswi Malang NWR

"Jadi KDRT itu dia memaksa istrinya untuk melakukan sesuatu tapi dia tidak mau. Itu bentuk pemerkosaan atau kekerasan seksual pada perempuan ekstrem yang dapat berakhir kepada kematian," ujar Adriana melansir Kompas.com.

Ia mengatakan, seorang istri bisa saja menolak permintaan suami untuk melakukan hubungan suami istri dengan alasan tertentu.

"Bisa saja istrinya lagi sakit atau ada alasan khusus lainnya yang membuat tidak bisa melayani suaminya, itu hal yang sah dalam rumah tangga," ujar dia.

Dengan kata lain, untuk mencegah terjadinya bentuk kejahatan pada perempuan, pasangan harus saling memahami kondisi satu sama lain dan tidak memaksakan kehendaknya pada pasangan begitu saja tanpa ada kesepakatan. 

Mirisnya, pemerkosaan dalam perkawinan ini seringkali menjadi suatu hal yang dianggap sepele oleh berbagai pihak, menurut Adriana.

Sebab, beberapa orang yang menjadi korban kekerasan pada perempuan jenis ini jarang sekali melapor ke pihak kepolisian.

"Kasus ini terkadang dianggap sepele padahal sebenarnya ini kasus yang penting, sayangnya korban tidak menganggap itu bentuk pemerkosaan yang dilakukan suaminya," ujar Adriana.

Bahkan, terkadang sejumlah oknum polisi juga turut menyepelekan kasus pemerkosaan dalam rumah tangga ini, menurut Adriana.

"Mereka (polisi) mengira kasus pemerkosaan itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” jelasnya.

Padahal, kekerasan seksual ini bisa mengakibatkan trauma fisik dan emosional pada korban.

Baca Juga: Ternyata Ini Penyebab Kekerasan pada Perempuan dan Anak Penyandang Disabilitas

Selain itu, tindak kejahatan pada perempuan ini juga menjadi suatu hal yang menakutkan bila kekerasan seksual dalam rumah tangga yang dilakukan diketahui sang anak.

“Ini bisa menjadikan trauma mendalam baik itu bagi anaknya maupun bagi korban ya. Ini akibatnya bisa berkepanjangan entah anaknya jadi memiliki karakter emosional atau bisa saja anaknya akan jadi seperti pelaku,” kata Adriana.

Dampak kesehatan mental dari pemerkosaan dalam rumah tangga

Melansir dari laman Psychcentral, pengalaman kekerasan seksual dapat berdampak besar pada cara korban melihat diri sendiri, orang lain, dan dunia.

Tak hanya itu, pengalaman buruk ini juga memengaruhi cara seseorang memandang seks, cinta, dan hubungan.

"Ini adalah bentuk trauma," kata Charna Cassell, sex and trauma therapist di California

“Dan trauma yang tidak diobati ini dapat memengaruhi kondisi kesehatan fisik dan mental," lanjutnya.

Perlakuan pemerkosaan dalam rumah tangga ini, memungkinkan korban mengalami:

  • Depresi
  • Kecemasan
  • Post traumatic stress disorder (PTSD)

Sebagian korban, juga akan merasa kesepian, bahkan berpikir untuk menyakiti diri sendiri.

Baca Juga: Bahaya Kekerasan pada Perempuan Akibat Pinjol, Ini Efek dan Cara Mengatasinya

Mendapatkan perlakuan buruk dari seseorang yang disayangi mungkin terasa membingungkan, dan membuat korban mengalami emosi yang bergejolak.

Namun, apapun yang korban kekerasan pada perempuan rasakan, itu wajar dan mereka berhak mendapatkan ruang yang aman untuk menyembuhkan lukanya serta mendapatkan dukungan.

(*)

Sumber: Kompas.com,Psychcentral
Penulis:
Editor: Linda Fitria


REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja