Lupus Eritematosus Sistemik, Jadi Salah Satu Jenis Penyakit Autoimun, Apa itu?

Anna Maria Anggita - Selasa, 14 Desember 2021
Penjelasan tentang  Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
Penjelasan tentang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) enot-poloskun

Parapuan.co - Penyakit autoimun itu ditandai dengan peradangan sistemik, di mana sistem kekebalan yang tidak teratur menyebabkan kerusakan atau disfungsi organ target.

Adapun salah satu jenis penyakit autoimun yakni lupus eritematosus sistemik (LES).

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) sendiri merupakan salah satu kondisi gangguan autoimun kompleks yang menyerang berbagai sistem tubuh.

Diketahui penyakit ini akan mengakibatkan hilangnya kemampuan sistem imunitas untuk mendeteksi perbedaan antara substansi asing dengan sel atau jaringan milik tubuh yang memicu terjadinya peradangan hebat (inflamasi).

Dijelaskan dalam lembar fakta briefing virtual bertajuk "Dampak Panjang COVID-19 dan Seberapa Perlu Vaksinasi COVID-19 pada Pasien Lupus," pada Selasa (14/12/2021) bahwa peradangan yang disebabkan oleh lupus dapat mempengaruhi banyak sistem tubuh yang berbeda.

Seperti persendian, kulit, ginjal, sel darah, otak, jantung, dan paru-paru.

Di sisi lain, harus diketahui bahwa penyakit lupus dapat menyerang siapa saja, namun sebagian besar ditemukan pada perempuan usia produktif antara 15 hingga 45 tahun.

Baca Juga: Efek Konsumsi Kafein saat Haid pada Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan

Lupus harus diwaspadai

Alasan penyakit lupus harus diwaspadai yakni dikarenakan diagnosisnya tidak mudah dan seringkali terlambat.

Walaupun 90 persen penderita lupus menjalani pemeriksaan antibodi anti-nuklear (ANA) dengan hasil positif, tetap saja tidak satu pun pemeriksaan laboratorium tunggal yang dapat memastikan seseorang menderita lupus.

Pasalnya, banyak penderita mengalami gejala-gejala lupus untuk beberapa tahun sebelumnya, sebelum mereka betul-betul ditetapkan menderita lupus.

Baca Juga: Park So Dam Idap Kanker Tiroid Papiler, Kenali 5 Jenisnya yang Termasuk Penyakit Langka

Penyebab penyakit lupus

Penyakit lupus itu terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat di tubuh pasiennya.

Kemungkinan lupus disebabkan oleh kombinasi genetika dan lingkungan tempat pengidapnya tinggal.

Terdapat kecenderungan pada penderita lupus, di mana penyakit itu berkembang ketika pengidapnya bersentuhan dengan sesuatu di lingkungannya.

Dalam banyak kasus, penyebab lupus hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti.

Namun, beberapa pemicu potensial meliputi:

1. Sinar matahari

Paparan sinar matahari dapat menyebabkan lesi kulit lupus atau memicu respons internal pada orang yang rentan.

2. Infeksi

Memiliki infeksi dapat memicu lupus atau menyebabkannya kambuhan pada beberapa orang.

3. Obat-obatan

Lupus dapat dipicu oleh beberapa jenis obat tekanan darah, obat anti kejang dan antibiotik.

Orang yang memiliki lupus yang diinduksi obat biasanya berangsur membaik ketika mereka berhenti mengkonsumsi obat.

Jarang sekali gejala lupus dapat bertahan setelah penggunaan obat-obatan pemicu dihentikan.

 

Diagnosis lupus

Sulitnya diagnosis penyakit lupus, menyebabkan penderitanya harus menjalani sejumlah pemeriksaan.

Biasanya, dokter akan mulai dari penggalian informasi mengenai gejala dan riwayat kesehatan pasien dan keluarga.

Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien, termasuk memeriksa ada tidaknya ruam dan peradangan sendi yang biasanya sering muncul pada penderita lupus.

Diagnosis LES dibuat berdasarkan kombinasi manifestasi klinis pada penyakit luput yang khas serta hasil serologi positif.

Baca Juga: Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan: Faktor Risiko PMDD

Dibutuhkan pula pemeriksaan penunjang seperti screening lanjutan akan dilakukan juga untuk memudahkan dokter membuat diagnosis yang tepat, di antaranya yaitu:

● Pemeriksaan ANA (antibodi antinuklear), untuk memeriksa keberadaan sel antibodi tertentu dalam darah yang biasanya dimiliki oleh penderita lupus
● Tes darah lengkap, untuk mengukur jumlah setiap jenis sel darah dan mengetahui seberapa baik fungsi ginjal juga fungsi hati
● Tes urine, untuk mengukur kadar protein atau sel darah merah di urine yang dapat menjadi tolok ukur kerja ginjal
● Biopsi kulit atau ginjal, untuk mengetahui ada tidaknya jaringan yang abnormal pada kulit dan ginjal. (*)



REKOMENDASI HARI INI

Ada Budi Pekerti, Ini 3 Film Indonesia Populer yang Bertema Guru