Parapuan.co - Semenjak pademi Covid-19 ada, pemerintah menganjurkan masyarakat untuk di rumah saja serta membatasi aktivitas di luar, termasuk traveling atau berwisata.
Tentunya hal ini ditujukan untuk mencegah penularan virus corona.
Dikarenakan traveling juga dibatasi, maka muncul berbagai virtual tourism atau wisata berbasis virtual.
Lantas, apakah virtual tourism ini bisa menjadi pengganti traveling ke destinasi wisata secara langsung?
Baca Juga: Ramai Artis Liburan ke Turki, Ini 4 Kota Bersejarah sebagai Objek Wisatanya
Dalam acara virtual bertajuk "Road to Weekend Festival", pada Rabu (22/12/2021), Astrid Ariani W selaku Head of Marketing Department Hyundai Motors Indonesia pun buka suara.
Menurut Astrid, virtual tourism itu bukan menjadi pengganti tapi mendukung dan memunculkan keinginan masyarakat untuk bepergian.
"Jadi dengan adanya virtual tourism ini kita bisa memunculkan destinasi-destinasi baru yang mungkin belum dikenal," jelas Astrid.
Ia pun melanjutkan dari destinasi yang belum dikenal, lalu dibagikan melalui digital nantinya akan menimbulkan ketertarikan masyarakat untuk merasakan langsung.
Baca Juga: Calon Penumpang Wajib Tahu, Ini 3 Tips untuk Mencegah Penularan Covid-19 di Kereta Api
"Jadi virtual tourism itu penting, tentunya untuk meningkatkan awareness tertentu untuk destinasi baru, " paparnya.
Pasalnya, Astrid mengungkap bahwa keindahan dari traveling itu jika seseorang merasakan destinasi secara langsung.
Oleh sebab itu ia menegaskan bahwa virtual tourism bukanlah pengganti traveling secara langsung.
Dalam kesempatan yang sama pula, Intan Anggita Pratiwie selaku aktivis lingkungan yang juga pecinta traveling turut buka suara.
Anggita, sapaan akrabnya menjelaskan kalau wisata virtual itu energinya temptation.
"Jadi kaya oh tempting (menggoda) ya, seru ya, oke ya, ada desire (keinginan) untuk tetap pergi ke sana (destinasi wisata)," ujarnya.
Dalam arti lain, Anggita mengungkap kalau wisata virtual itu energi yang didapat tidak sepenuh layaknya datang langsung.
Di sisi lain, penonton wisata virtual itu energinya tidak menyatu dengan masyarakat sekitar.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Tempat Wisata di Puncak Bogor untuk Liburan Nataru
Menurutnya, jika masuk ke ranah ecotourism, maka wisatawan bisa berkontribusi pada mother earth dan apa yang ada di lokasi wisata, termasuk pada penduduk lokal, di mana hal ini tidak didapat dari virtual tourism.
"Meski demikian si virtual tourism itu meningkatkan melek digital bagi masyarakat itu, jadinya kalau pandemi selesai, mereka bisa menyampaikan visi misinya spreading-nya lebih luas," ujarnya.
Anggita memberi contoh kasus, yakni:
Sebelum masyarakat melek digital, kalau ada yang mengulas lokasi wisata dan itu bad review, maka mereka akan sakit hati.
"Tapi ketika mereka udah melek sosial media mereka udah terbiasa dengan digital, mereka akan biasa-biasa aja, itu menjadi masukkan yang harus ditingkatkan gitu, jadi virtual tourism itu bukan menggantikan tapi melengkapi," tutupnya.
(*)