"Saat itu memang mengerikan. Saya berpikir ini adalah kiamat, tapi hingga sore hari saya menyadari saya masih hidup. Allah masih menolong saya," cerita Fauziah.
"Di sekeliling saya begitu banyak mayat dan kemudian saya memeluk erat bayi saya dan Alhamdulillah bayi saya masih selamat," katanya lebih lanjut.
Penyintas lainnya, Bundiyah (72), juga mengenang bencana yang menghancurkan tempat tinggalnya.
Bundiyah merupakan pemilik rumah sebagian bagiannya hancur dihantam kapal nelayan yang kini masih bertengger di atas atapnya.
"59 orang kami selamat di atas kapal itu dan di sekeliling kapal saya melihat banyak orang meninggal dengan kondisi yang cukup mengenaskan," kenang Bundiyah.
Baca Juga: Ramai Adanya Potensi Gempa dan Tsunami, Ini Pentingnya Punyai Tas Siaga Bencana
"Saya tidak berpikir air laut naik, dalam pikiran saya tanah pecah dan saya masuk dan jatuh ke dalam tanah, tapi ternyata air laut naik," sambungnya.
Kenangan pilu dari penyintas tersebut terekam jelas di dalam museum lewat foto-foto bencana yang berhasil diabadikan.
Tak sedikit dari pengunjung yang meneteskan air mata ketika mendengar kisah-kisah penyintas.
Kawan Puan, perahu yang kini bertengger di atas rumah warga itu berhasil menyelamatkan puluhan orang saat tsunami datang.
Tak heran, suasana dalam museum ini sangat memilukan dan penuh dengan kisah orang-orang yang bertahan hidup.