Parapuan.co - Kontrak kerja delapan orang yang diduga sebagai pelaku kekerasan seksual dan perundungan terhadap korban MS tidak diperpanjang oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Delapan orang dengan inisial RM alias O, TS, SG, RT, FP, EO, CL, dan TK tidak lagi dikontrak sebagai KPI mulai 1 Januari 2022.
Hal itu diungkapkan oleh Komisioner KPI Hardly Stefano Fenelon.
"Benar, para terduga pelaku sudah tidak lagi dikontrak sebagai pegawai KPI. Terhitung 1 Januari 2022," kata Stefano kepada Tribunnews pada Jumat (7/1/2022).
Stefano mengungkapkan keputusan ini didasarkan oleh berbagai pertimbangan.
Pertama yaitu dari hasil penyidikan Komnas HAM bahwa korban benar mengalami pelecehan seksual dan perundungan.
"Kedua, perlu upaya pemulihan terhadap korban, salah satunya dengan tidak membiarkan korban berada dalam lingkungan kerja yang sama dengan terduga pelaku," paparnya.
Pertimbangan terakhir yakni dari pelaporan MS.
Saat ini, korban masih dalam penyelidikan pihak kepolisian.
Baca Juga: Kasus Pelecehan di KPI, Terduga Pelaku Bakal Laporkan Sejumlah Akun Media Sosial
Mengedepankan asas praduga tak bersalah, pihaknya menilai agar para terduga pelaku fokus dalam menyelesaikan masalah yang ada.
"Laporan korban saat ini sedang ditindak-lanjuti melalui proses penyelidikan oleh kepolisian. Oleh sebab itu dengan tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah, sebaiknya para terduga pelaku terlebih dahulu berkonsentrasi menyelesaikan proses hukum yang sedang berjalan," kata Stefano.
Komisioner KPI Pusat lainnya, Nuning Rodiyah mengatakan pemutusan kontrak terhadap delapan terduga pelaku itu karena adanya penilaian kinerja.
Selain itu, faktor lain yang memengaruhi yakni asesmen yang dikeluarkan kepolisian.
"Banyak hal ya, ada assesment dari Polri, ada portofolio kinerja, dan hal-hal yang menilai kinerja mereka," kata Nuning.
Kendati demikian, dirinya memastikan jika terduga korban MS kontrak kerjanya tetap diperpanjang oleh KPI Pusat.
"Kalau MS diperpanjang proses melengkapi persyaratan yang bersangkutan," tukas Nuning.
Sebelumnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, telah melaksanakan rangkaian psikotes sebagai syarat untuk perpanjangan kontrak kerja kepada MS yang berakhir pada 31 Desember 2021.
Baca Juga: 3 Tuntutan KOMPAKS atas Kasus Kekerasan Seksual dan Perundungan di KPI
Dalam daftar peserta psikotes yang tercantum, masih terdapat nama para terduga pelaku pelecehan seksual yang melakukan aksi bejatnya kepada MS.
Mendapati hal tersebut, kuasa hukum MS, Muhammad Mu'alimin mengatakan, kliennya merasa kecewa karena ternyata pelaku masih akan diperpanjang kontrak kerjanya di KPI.
"Namun MS kecewa dan frustasi ketika menjumpai nama para terlapor ternyata juga ada di daftar peserta psikotes," kata Mu'alimin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/12/2021).
Pihaknya lantas menilai, KPI telah menganggap enteng bahkan cenderung tidak serius dalam menangani perkara ini.
Kata dia, KPI Pusat hingga kini tidak bersedia untuk memecat terduga pelaku.
Malah sebaliknya, komisi pengawas penyiaran itu malah terindikasi akan mempertahankan para terlapor dan memperpanjang kontrak kerja mereka.
"Kami menduga KPI dari awal menganggap enteng kasus pelecehan seks dan perundungan yang dialami MS," katanya.
Dirinya bahkan menyinggung sikap KPI yang belum juga melaksanakan temuan dan rekomendasi Komnas HAM atas perkara ini.
"Kami kecewa, temuan dan rekomendasi Komnas HAM tidak ada harganya sama sekali di mata KPI. Sepertinya kultur nepotisme sudah mendarah daging di KPI sehingga ketegasan dan kebenaran menjadi barang langka," tuturnya.
Di akhir, Mu'alimin menyebut, hingga kini KPI dalam menangani perkara ini masih belum juga berpihak pada kesehatan dan kondisi psikis MS.
Hal itu karena, kata Mu'alimin, dengan tercantumnya nama mereka di dalam daftar peserta psikotest, maka dalam jangka waktu ke depan, MS masih akan tetap satu lingkup kerja dengan para terduga pelaku.
"Kerusakan jiwa dan penurunan tingkat kesehatan yang dialami MS gara-gara pelecehan seks dan perundungan nyatanya sama sekali tidak membuat hati nurani pimpinan KPI terketuk untuk berpihak pada korban," tukas Mu'alimin.
(*)