Walau thrifting dan vintage fashion dianggap sebagai solusi limbah pakaian dari produk fast fashion, namun tahukah kamu bahwa ternyata hal ini tak semudah seperti yang terlihat di permukaan.
Mengutip dari Fashion Revolution, siklus kehidupan pakaian thrift dan vintage dimulai dari tempat daur ulang pakaian yang biasanya akan disatukan untuk kemudian dijual ke supplier atau penjual pakaian bekas.
Biasanya, pihak penjual akan mengecek dan memilah kembali pakaian yang sekiranya masih layak pakai dan bisa dibeli oleh konsumen.
Artinya, masih tetap ada pakaian yang akan kembali ke tempat pembuangan untuk dipilah lagi dan didaur ulang.
Dengan adanya proses ini, dapat terlihat bahwa pakaian vintage atau thrift pun masih meninggalkan jejak karbon, khususnya terkait transportasi dalam proses pemilahannya.
Hanya saja, yang membedakannya dengan fast fashion adalah bahwa thrift dan vintage fashion tidak membutuhkan bahan baku baru untuk terus membuat produk baru yang mengikuti tren.
Bahan baku yang dimaksud tak hanya bahan berupa kain, namun juga material lain seperti jahitan, kancing, dan material dalam proses pencucian.
Maka, kendati pun thrift dan vintage fashion masih menyisakan jejak karbon, gaya hidup ini masih lebih baik dibandingkan fast fashion yang bisa menghasilkan hingga 10 persen emisi karbon dioksida global setiap tahunnya.
Penting untuk kembali diingat bahwa industri fashion global sendiri telah menyumbang 2,1 miliar metrik ton emisi gas rumah kaca pada tahun 2018, yang berarti empat persen dari total emisi global.
Baca Juga: Agar Hasilnya seperti Baru, Berikut 4 Cara Mencuci Baju Bekas
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, lebih dari 50 persen pakaian fast fashion dilaporkan dibuang dalam waktu satu tahun pembuatan.
Jadi, jika dibandingkan dengan jejak karbon yang diciptakan oleh industri fast fashion, thrift dan vintage fashion memang jauh lebih ramah lingkungan.
Lebih lanjut, meskipun emisi karbon yang diciptakan thrift dan vintage fashion lebih minim, terdapat hal lainnya yang harus kamu perhatikan agar tetap ramah lingkungan.
Yakni, terkait bahan pakaiannya. Sebab, pakaian bekas pun masih banyak yang terbuat dari bahan yang kurang ramah lingkungan, seperti polyester.
Membeli pakaian bekas pun, kalau kamu tidak memikirkan bahan serta kualitas pakaiannya, maka aspek ramah lingkungannya menjadi hilang.
Kawan Puan, walaupun membeli pakaian bekas bisa memberikan kesempatan bagi pakaian tersebut untuk dipakai lagi dalam jangka waktu panjang, kamu tetap harus mempertimbangkan kualitas dan bahan pakaiannya, ya.
Dengan demikian, tujuan untuk mengurangi jejak karbon dan melindungi lingkungan pun bisa terpenuhi. (*)
Baca Juga: Shailene Woodley hingga Anne Hathaway, 5 Artis Ini Ternyata Suka Thrifting Baju Bekas