Imunodefisiensi dibagi menjadi dua, antara lain:
- Imunodefisiensi primer. Sifatnya genetik, contohnya adalah X-linked agammaglobulinemia dan chronic granulomatous disease.
- Imonodefisiensi sekunder. Terjadi karena suatu penyakit seperti penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV), gangguan sistem hematopoietik, penggunaan terapi radiasi atau obat imunosupresan, asplenia, dan penyakit ginjal kronis.
Seseorang yang mengalami imunokompromais sangat rentan terhadap penularan virus seperti Covid-19.
Sementara, kondisi imunokompromais dianggap mengalami gangguan kekebalan sedang atau berat, seperti:
- Telah menerima pengobatan kanker aktif untuk tumor atau kanker darah
- Menerima transplantasi organ dan minum obat untuk menekan sistem kekebalan tubuh
- Menerima transplantasi sel induk dalam 2 tahun terakhir atau sedang minum obat untuk menekan sistem kekebalan tubuh
- Imunodefisiensi primer sedang atau berat, seperti sindrom DiGeorge, sindrom Wiskott-Aldrich
- Infeksi HIV tingkat lanjut atau tidak diobati
- Pengobatan aktif dengan kortikosteroid dosis tinggi atau obat lain yang dapat menekan respon imun
Sebelum melakukan vaksinasi booster, penderita imunokompromais direkomendasikan untuk berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Vaksin booster diprioritaskan untuk penderita imunokompromais guna mencegah penularan Covid-19 yang semakin banyak variannya ini.
Baca Juga: Jokowi Putuskan Vaksin Booster Gratis untuk Semua Masyarakat, Ini Syarat dan Jenis Vaksinnya
(*)