Pada akhirnya, hubungan hanya akan memiliki pola disfungsional, yakni pola yang akan menciptakan kebencian, menurut LePera.
Selain masalah perselingkuhan, kecanduan obat-obatan terlarang, kekerasan dalam rumah tangga, dan ketidakcocokan, miskomunikasi juga kerap menjadi penyebab kandasnya hubungan setelah perempuan menikah.
"Banyak orang mengatakan bahwa kebanyakan hubungan berakhir karena masalah uang atau perselingkuhan."
"Sebenarnya, hubungan berakhir karena masalah komunikasi," kata LePera.
Menghindari konflik dapat merusak hubungan
Sebagian pasangan setelah wanita menikah, kerap berusaha menghindari konfrontasi atau masalah.
Kecenderungan mengabaikan konflik ini terjadi bukan tanpa alasan, ia bisa disebabkan oleh adanya pengalaman masa lalu.
Seperti, dibesarkan di dalam lingkungan di mana orang dewasa dipermalukan, dihakimi, disalahkan, atau dikritik.
Baca Juga: 5 Tips Persiapan Perempuan Menikah di Rumah agar Tetap Elegan dan Berkesan
Tak hanya itu, seringnya melihat seseorang yang menghindari konflik juga bisa menjadi penyebabnya, catat LePera.
Adanya pengalaman tersebut, membuat kita beranggapan bahwa konflik adalah suatu hal yang buruk dan dapat menyebabkan seseorang meninggalkan kita.
"Jika konflik menyebabkan kita merasa panik, menutup diri, atau takut kehilangan seseorang, kita akan menyadari hal itu merupakan bagian dari masa lalu kita," jelas LePera.
Padahal, konflik adalah bagian dari sebuah hubungan, termasuk hubungan pernikahan.
Namun, agar suatu konflik dapat dikatakan "sehat", hal tersebut perlu didukung dengan meningkatkan keterampilan komunikasi menjadi lebih baik.
Karena, konflik yang sehat justru dapat menciptakan hubungan emosional yang lebih dalam di antara pasangan.
LePera memberikan tujuh poin penting untuk berdebat secara sehat dengan pasangan, yaitu:
- Dengarkan perspektif pasangan tanpa memotong pembicaraan atau menyela dengan mengetakan sudut pandang kita, atau menyangkal realitas pasangan.
- Tetap rendah hati saat mengungkapkan masalah.
- Tanyakan atau periksa apakah orang lain berada dalam keadaan emosi yang tepat untuk membahas konflik tersebut atau tidak.
- Tetap memerhatikan pengalaman pasangan.
- Ketahui kapan sistem saraf kita kewalahan dan beristirahatlah.
- Gunakan kata-kata "aku merasa" daripada "kamu melakukan x" atau "kamu merasa x".
- Buat orang lain merasa aman selama konflik. Jangan agresif, berteriak, membanting barang, menghina, atau mempermalukan orang lain.
Kawan Puan, itulah pentingnya konflik sehat dalam mempererat hubungan setelah perempuan menikah. Jadi, apakah kamu sudah mengalami konflik sehat dalam hubunganmu? (*)
Baca Juga: Pengantin Baru, Lakukan 5 Hal Ini Sebelum Berhubungan Seksual