Label heroik bagi Perseus juga merupakan bentuk nilai-nilai patriarki yang dengan mudah "membunuh" suara dan hak korban kekerasan seksual.
Kisah Mitologi Yunani tersebut dibawa oleh sutradara Wregas Bhanuteja beriringan dengan perjalanan Sur, korban kekerasan seksual, dalam mencari keadilan.
Sama seperti Medusa, dalam perjuangannya, Sur bak "dikutuk" oleh lingkungan sekitar, terutama keluarganya, karena suaranya tidak dipercaya.
Pelaku kekerasan seksual Sur diceritakan memiliki relasi kuasa dan dengan mudah membungkam suara Sur dan korban lainnya.
Pada klimaks adegan, pelaku datang diiringi dengan asap fogging dan slogan "menguras, menutup, mengubur".
Secara teatrikal, pelaku hadir atas nama Perseus, manusia setengah dewa, simbol maskulinitas yang akan memenggal kepala Medusa.
Penyalin Cahaya menempatkan dua mitologi Yunani tersebut sebagai simbol utama yang menangkap realita kasus kekerasan seksual di Indonesia.
Selain itu, Penyalin Cahaya secara apik dan simbolis menyuarakan kritik perspektif masyarakat yang tak berpihak pada korban kekerasan seksual, sejak masa lampau hingga era modern ini.
Baca Juga: Pecah Rekor! Penyalin Cahaya Raih 12 Piala Citra Festival Film Indonesia 2021
(*)