Parapuan.co - Dalam rangka Hari Pers Nasional, tahukah kamu bahwa dahulu sebelum adanya internet semua kegiatan jurnalistik dilakukan secara tradisional?
Para wartawan harus terjun ke suatu tempat untuk mendapatkan berita dan melaporkannya, itupun tidak bisa disampaikan ke masyarakat secara langsung.
Tak hanya itu, mereka pun masih harus kembali ke kantor atau mengirimkan hasil laporannya berupa artikel berita untuk diterbitkan.
Bahkan terkadang untuk kejadian hari ini, informasi tersebut baru akan tersedia di media cetak yang terbit secara harian esok atau lusa.
Bahkan, puluhan atau mungkin ratusan tahun silam media cetak belum dapat terbit harian.
Mengutip Jurnal Dewan Pers Edisi November 2019, disebut bahwa banyak industri media cetak gulung tikar lantaran semakin pesatnya perkembangan dunia digital.
Salah satu yang mengejutkan ialah ditutupnya perusahaan koran legendaris di Amerika Serikat, yaitu The Seattle Post-Intelligencer.
Padahal, koran yang pertama kali terbit pada 1863 itu sudah berusia lebih dari 150 tahun saat masa cetaknya berakhir sekitar tahun 2019 lalu.
Sedangkan, di Indonesia sendiri, tak sedikit pula media cetak yang harus menyesuaikan diri dan bertransformasi ke ranah digital.
Baca Juga: Hari Pers Nasional, Yuk Kenali Profesi Wartawan dan Apa Perannya!
Walaupun koran masih terbit hingga kini, tetapi tak dimungkiri pembacanya bisa dibilang sudah tidak lagi sebanyak dahulu.
Maka itu, tidak heran banyak media cetak beralih ke digital. Di antaranya banyak pula yang menerbitkan berita secara cetak maupun digital.
Mereka memenuhi tuntutan zaman dan mendekati generasi milenial yang lebih banyak membaca informasi melalui internet.
Akan tetapi, mereka juga merasa masih perlu menerbitkan koran cetak bagi pelanggan setia.
Internet menggerus jurnalisme tradisional
Tri Agung Kristanto, Anggota Dewan Kehormatan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menyinggung tentang transformasi digital dalam tulisannya di Jurnal Dewan Pers.
Menurutnya, keberlangsungan surat kabar cetak akan lemah tanpa dua kaki yang menopangnya, yaitu iklan dan pelanggan.
Kedua kaki tersebut sekarang ini bisa diperoleh dari internet. Terlebih apabila melihat pelanggan yang terus beralih ke digital.
Hal itu otomatis membuat penyedia iklan juga beralih dari media cetak ke situs berita digital.
Baca Juga: Ingin Bekerja di Industri Media? Ternyata Segini Gaji Profesi Jurnalis
Tri Agung Kristanto juga menyampaikan, bahwa perkembangan internet, teknologi informasi, dan digital memang menggerus pendapatan media arus utama.
Pasalnya sebagian besar belanja iklan dari perusahaan di dunia sudah dikuasai raksasa digital.
Sebut saja di antaranya mesin pencari, semisal Google; marketplace; dan media sosial.
Malahan, bisa dibilang kegiatan jurnalistik di era digital seperti sekarang didominasi informasi yang diperoleh dari media sosial.
Hal itu seolah membuktikan betapa besar peran internet dalam kegiatan jurnalistik, mulai dari pencarian berita hingga penyajiannya untuk pembaca.
Walau demikian, tak dapat dimungkiri kalau media digital memudahkan penerimaan informasi.
Berita yang disajikan jurnalis di era digital lebih mudah dan cepat sampai kepada masyarakat, bahkan dalam hitungan detik sudah ada berita termutakhir.
Media digital bahkan dapat mengabarkan secara langsung dan real time peristiwa-peristiwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Baca Juga: Ternyata Ini Perbedaan dan Persamaan Profesi Wartawan Vs. Jurnalis
Bagaimana menurut Kawan Puan tentang transformasi jurnalisme tradisional ke digital seperti sekarang? Apakah kamu masih membaca media cetak? (*)