Parapuan.co - Pada Rabu (10/3/2022), mantan jaksa Yoon Suk Yeol meraih kemenangan dalam pemilihan presiden di Korea Selatan.
Kemenangan Yoon Suk Yeol bukanlah kabar baik bagi perempuan dan pendukung hak kesetaraan di Korea Selatan.
Kawan Puan, sebagai orang asing, kita seringkali menangkap gambaran Korea Selatan sebagai negara yang maju dari tolak ukur industri hiburan seperti drama Korea dan musik Kpop.
Sayangnya, Korea Selatan selama bertahun-tahun masih menghadapi lingkungan misogini yang akhirnya membuat kemenangan Yoon Suk Yeol dapat terjadi.
Melansir BBC, Yoon Suk Yeol dari Partai Kekuatan Rakyat, menjadikan penghapusan Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga sebagai janji utama kampanyenya.
Kementerian tersebut menyediakan layanan berbasis keluarga, pendidikan, dan kesejahteraan sosial untuk anak-anak dan perempuan.
Lembaga resmi negara ini menghabiskan sekitar 0,2% dari anggaran tahunan negara, kurang dari 3% di antaranya digunakan untuk mempromosikan kesetaraan bagi perempuan.
Melihat masyarakat Korea Selatan yang misogini, Yoon Suk Yeol tahu pasti bahwa kampanye tersebut akan populer pada target demografisnya; laki-laki dewasa.
Sebuah survei tahunan dari surat kabar lokal menyebutkan bahwa 79% laki-laki di Korea Selatan merasakan diskriminasi karena jenis kelamin mereka.
Baca Juga: Dihujat karena Berambut Pendek, Atlet Panahan Korsel An San Tuai Dukungan dari Banyak Perempuan
Hal itu membuat sebagian besar masyarakat Korea Selatan tidak setuju dengan kesetaraan gender dan gerakan feminisme.
Yoon Suk Yeol juga terkenal dengan prinsip anti-feminisme yang membuat perempuan di Korea Selatan kini merasa terancam.
South China Morning Post melaporkan bahwa Yoon Suk Yeol telah lama menyebarkan sentimen misogini dalam langkah-langkah politiknya.
Sebagai tanggapan, perempuan Korea Selatan telah menyebarkan pesan online terkait karakteristik laki-laki idaman berdasarkan pilihan politiknya sebagai bentuk kritikan.
"Pria No.1" bisa menjadi pacar yang baik, suami, keponakan yang lucu dan cucu yang patut dipuji, kata kampanye online tersebut.
Sementara, "Pria No.2" digambarkan sebagai pecundang yang misogini dan patut untuk dicemooh oleh semua orang.
Laki-laki muda pendukung Yoon pun bereaksi dengan menyebarkan tagar dan mengirim foto diri mereka sendiri.
Foto tersebut dilengkapi dengan papan tulisan tangan yang dengan bangga menyatakan bahwa mereka adalah "Pria No.2".
Baca Juga: Mengenal Definisi dan Contoh Misogini yang Sering Kita Alami
Kelompok laki-laki tersebut pun membentuk kampanye New Men’s Solidarity, sebuah gerakan organisasi antifeminis.
Perempuan di Korea Selatan pun menyoroti komentar Yoon Suk Yeol pada pra-pemilu terakhir minggu lalu yang hanyalah janji manis semata.
Yoon Suk Yeol mendefinisikan feminisme sebagai menghormati perempuan dan memberi mereka perlakuan yang sama, namun rekam jejaknya sangat berbeda dari ucapannya.
Terlepas dari kemajuan ekonomi dan teknologinya, Korea Selatan masih menganut sistem patriarki.
Hal ini juga terlihat dari kesenjangan upah berdasarkan gender tertinggi di daftar negara maju OECD.
Selain itu, hanya 3,6 persen anggota dewan di negara gingseng tersebut yang adalah perempuan.
Dengan data tersebut, tak heran jika kemenangan Yoon Suk Yeol semakin membuat perempuan Korea Selatan khawatir.
Berbagai gerakan feminis telah dilakukan sejak pra-pemilu untuk mengumpulkan solidaritas yang sayangnya belum dapat terwujud.
Walaupun jumlahnya sedikit, laki-laki muda yang menyatakan anti misogini pun ikut turun ke jalan untuk mendukung para perempuan.
Perempuan Korea Selatan kini mendapatkan dukungan dan simpati dari banyak lembaga hak perempuan di seluruh dunia.
Baca Juga: Awasi Budaya Fangirl, Pemerintah China Hapus Berbagai Akun Selebriti dari Internet
(*)