Istilah flexing sendiri merupakan tindakan pamer harta kekayaan.
Di zaman sekarang, kemudahan teknologi mengakibatkan flexing kerap dijumpai di media sosial.
Orang memiliki tujuan tertentu di media sosial, salah satunya adalah untuk mendapatkan pengikut di media sosial.
Di dunia investasi, flexing digunakan untuk menggaet investor baru lewat pengikut media sosial.
Hal ini dikemukakan oleh Gembong Suwito, CFP., Financial Planner dari Finansialku.com.
Dengan flexing, seseorang akan mendapatkan pengikut yang semakin banyak.
“Setiap follower itu adalah uang di masa ini. Semakin banyak follower, berarti semakin banyak yang bisa dimonetisasi. Flexing ini tujuannya sebagai campaign atau alat marketing menggaet investor baru."
"Kan, secara tidak langsung di dalam flexing, ketika seseorang memamerkan kekayaannya (karena investasi tertentu), ada follower yang termotivasi ingin seperti orang itu juga,” jelas Gembong saat dihubungi NOVA.
Menurut Gembong, flexing sebenarnya lumrah dilakukan, namun flexing bisa mengarah pada penipuan jika berada dalam dunia investasi.
Baca Juga: 4 Perbedaan Investasi Emas dan Bitcoin sebagai 'Emas Digital', Lebih Untung Mana?
Pasalnya, kekayaan dipamerkan sebagai umpan penawaran produk investasi yang diklaim memiliki imbal hasil besar secara singkat dengan risiko rendah.
“Kalau bicara penipuan, ya, investasi bodong. Sekarang coba dipikirkan, ada enggak produk investasi yang memberikan hasil besar dan cepat namun risikonya rendah? Itu too good to be true. Tidak ada,” tegas Gembong.
(*)