"Langkah ini patut diapresiasi dan semoga menjadi contoh bagi yang lain untuk peduli dan patuh pajak. #PajakKuatIndonesiaMaju," tambahnya.
Menariknya, salah satu warganet di Twitter dengan akun @XIXdgmbkXIX mempertanyakan langkah Gilang yang melapor di KPP Pratama dengan me-retweet cuitan Yustinus.
Bentar2.
Ini daftar di kantor pajak pratama.
Kalo gak salah kantor pajak ada beberapa level.
Yang terendah adalah Pratama trus madya, khusus, dan lto (wajib pajak besar).Berarti wajib pajak kecil dong?
Ayyy pikir di kantor pajak ITO.
— el sipaling doxxing (@XIXdgmbkXIX) March 25, 2022
Juragan Asu ini mah kl level pratama. https://t.co/YoDYJYk7C3
Cuitan itu pun dikomentari warganet lain karena KPP Pratama memang ditujukan untuk wajib pajak dengan nominal pajak dan aset kecil, dibandingkan KPP Madya dan KPP Besar.
Sehubungan dengan itu, Kepala Subdit Penyuluhan Pajak Direktorat P2Humas DJP Inge Diana Rismawati mengungkapkan alasannya kepada PARAPUAN.
Menurutnya, hal yang perlu diluruskan lebih dulu adalah jenis KPP hanya ada tiga, yakni KPP Pratama, KPP Madya, dan KPP Besar.
Seorang wajib pajak terdaftar di KPP Besar haruslah besar dalam skala nasional. Sedangkan, KPP Madya juga besar, tetapi skalanya di regional.
"Tidak ada KPP Khusus. Kanwil (Kantor Wilayah) khusus itu memang ada wajib pajak penanaman modal asing, BUMN, bursa, migas. Tapi itu semua kriterianya masuk ke Madya," ujar Inge.
Lantas, Inge pun menjelaskan bahwa ada banyak kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi wajib pajak untuk bisa naik ke madya ataupun besar.
Beberapa di antaranya adalah setoran pajak atau jumlah penerimaan pajak dari wajib pajak bersangkutan, modal, dan aset.
Baca Juga: Ramai Omzet MS Glow Rp600 M per Bulan, Kenali Berbagai Keuntungan Bisnis Kosmetik