Tarif Rp1.000 Bakal Diperlakukan untuk Mengakses NIK, Ini Selengkapnya

Firdhayanti - Jumat, 15 April 2022
Tarif Rp1.000,- akan dikenakan dalam akses Nomor Induk Kependudukan.
Tarif Rp1.000,- akan dikenakan dalam akses Nomor Induk Kependudukan. kompas.com

Parapuan.co -Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) merencanakan tarif Rp1.000,- pada setiap akses Nomor Induk Kependudukan (NIK) di database kependudukan. 

Nantinya, tarif ini akan dikenakan pada lembaga atau instansi yang mengakses database NIK.

"Rencananya begitu Rp 1.000 per akses NIK dibayar oleh lembaga yang akses," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/4/2022), ucap Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendgri Zudan Arif Fakrulloh. 

Meskipun begitu, tidak ada keterangan lebih lanjut oleh Zudan mengenai kapan pemberlakuan tarif akses NIK

Untuk pengenaan tarif ini,pelayanan publik, bantuan sosial, dan penegakan hukum, akan dikecualikan. 

Adapun beberapa contohnya seperti BPJS Kesehatan, pemda, kementerian, lembaga, sekolah, dan universitas.

Untuk saat ini Kemendagri sedang menyusun regulasi tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) layanan pemanfaatan data adminduk oleh user yang saat ini sudah memasuki tahap paraf koordinasi antarkementerian atau lembaga.

RPP PNBP juga sudah disetujui dan diparaf oleh Mendagri Tito Karnavian. 

 "Dari tahun 2013, layanan untuk akses NIK ini gratis. Mulai tahun 2022 akan berbayar bagi industri yang bersifat profit oriented," ucapnya dalam keterangan tertulis.

Baca Juga: NPWP Segera Terintegrasi NIK, Pengeluaran Wajib Pajak Kian Terlacak

Pengenaan tarif ini diharapkan dapat membantu Direktorat Jenderal Dukcapil untuk memelihara dan mengembangkan sistem database kependudukan dalam jangka panjang.

Sejalan dengan itu, Kemendagri sedang mengajukan alternatif pendanaan melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan World Bank

Pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk) di Ditjen Dukcapil Kemendagri difasilitasi oleh SIAK Terpusat.

Pelayanan Adminduk ini menghasilkan output berupa 24 dokumen penduduk dan database kependudukan.

Database hasil operasionalisasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Terpusat ini dikelola oleh Ditjen Dukcapil. 

Selain itu, SIAK juga dimanfaatkan oleh 4.962 lembaga pengguna yang telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Dukcapil.

"Semua ini memerlukan dukungan perangkat keras yang terdiri dari server, storage, dan perangkat pendukung yang memadai," kata Tito. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim mengungkapkan, hampir 200 juta data kependudukan di Kemendagri terancam hilang.

Hal itu disebabkan oleh  perangkat keras ratusan server yang dikelola data center Dukcapil sudah berusia terlalu tua.

Baca Juga: Wajib Tahu! Ini 5 Hal Penting tentang Integrasi NIK Menjadi NPWP

Zudan membenarkan, perangkat keras tersebut rerata usianya sudah melebihi 10 tahun.

Selain itu, masa garansi telah habis serta spare part perangkat yang sudah tidak diproduksi lagi. 

Menurut Zudan, sudah saatnya server-server ini diremajakan agar pelayanan publik menjadi lebih baik dan menjaga pemilu presiden dan pilkada serentak 2024 agar bisa berjalan baik dari sisi penyedian daftar pemilih.

"Semuanya belum dilakukan peremajaan dan penambahan perangkat karena belum tersedia anggaran. Saat ini sebanyak 273 juta data penduduk terjaga baik, aman, sudah ada back up data di DRC Batam dan storage-nya masih relatif baru dengan kapasitas yang mencukupi," ucap Zudan.

Untuk menjaga keberlangsungan sistem tetap berjalan, Ditjen Dukcapil mendapatkan dukungan hibah perangkat.

Hibah tersebut berasal dari sejumlah lembaga pengguna yang telah banyak memanfaatkan database Ditjen Dukcapil berbasis nomor induk kependudukan (NIK).

Para user itu antara lain Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Pegadaian, Bank Syariah Indonesia, dan lembaga pengguna lainnya. (*) 

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh


REKOMENDASI HARI INI

Representasi Karakter Perempuan dalam Game, Inklusivitas atau Eksploitasi?