Misalnya saja dalam beberapa tahun terakhir, seperti melansir dari Apparel Resources, bahwa gagasan fashion activism menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak orang.
Yaitu memanfaatkan fashion sebagai alat untuk mendukung perubahan sosial dan politik.
Dengan kata lain pakaian bisa digunakan sebagai alat untuk mempromosikan representasi yang adil dan inklusif.
Maka dari itu seharusnya polemik ini menjadi peluang manis bagi para pelaku usaha fashion untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarkat.
Walau tak disangkal industri mode masih perlu upaya besar untuk mendukung citra tubuh positif, namun belakangan ini semakin banyak brand-brand fashion yang menyadari akan pentingnya menerapkan inklusivitas dan mendukung body positivity dalam strategi bisnis mereka.
Hal ini juga terlihat dari hasil riset PARAPUAN yang menemukan bahwa 56,9 persen responden melihat brand menampilkan model iklan dengan bentuk fisik yang lebih beragam.
Selain itu juga sekitar 54,4 persen responden melihat brand mempromosikan kecantikan dari dalam diri (inner beauty).
Tak sampai di situ, 45,1 persen responde juga menyadari bahwa brand mulai menggeser standar kecantikan yang hanya berfokus pada fisik menjadi lebih beragam.
Salah satu contohnya adalah At Vezzo, brand fashion yang didirikan oleh Christie Basil ini membuat desain pakaian yang bisa dipakai oleh semua perempuan Indonesia.
Baca Juga: Ini Cara Christie Basil, Founder AT VEZZO, Hadapi Pandangan Negatif Orang Lain tentang Gayanya