“Jika dia pada akhirnya perempuan mendapatkan pekerjaan tersebut, mereka sering dianggap tidak mampu. Kemudian ketika ia mampu, muncul stigma lain bahwa dia tidak pantas,” ujarnya lagi menyayangkan.
Tak hanya di Indonesia saja, kendala atau stigma terhadap perempuan tersebut ternyata masih merupakan fenomena yang masih terjadi di seluruh dunia.
“Sering perempuan harus melakukan perjuangan karena persepsi norma, sosial, budaya, bahkan interpretasi agama, memberikan suatu kendala sekaligus memberikan batasan mengenai apa yang dianggap bisa atau tidak bisa, boleh atau tidak boleh, bagi perempuan,”
Ia kemudian mengatakan, “Yang kemudian (persepsi tersebut) menyebabkan anak-anak perempuan kita, generasi perempuan, merasa tidak mampu, tidak bisa, tidak boleh, untuk bekerja di bidang tertentu.”
Maka dari itu, di peringatan Hari Kartini ini, Sri Mulyani mengimbau seluruh perempuan yang ada di luar maupun di dalam jajaran Kementerian Keuangan agar tidak menghiraukan persepsi negatif tersebut.
“Dalam peringatan Hari Kartini saat ini, saya minta jajaran di Kementerian Keuangan maupun di luar, sering persepsi atau halangan itu, sifatnya artificial, sehingga jangan mudah menyerah, jangan mudah takut, jangan gentar,” sambungnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Handriani Chair Women-20 dan Ketua Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) Uli Silalahi, yang menegaskan bahwa perempuan harus membuktikan bagaimana stigma yang ada di masyarakat tidaklah benar.
“Stigma itu selalu kepada perempuan. Saya dari organisasi KOWANI, hal-hal seperti ini sudah pasti terjadi. Makanya, apapun stigma yang terjadi pada kita, kita harus buktikan (bahwa itu tidak benar),” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga: Nicke Widyawati hingga Sri Mulyani, Ini 10 Perempuan Inspiratif Indonesia di Tahun 2021
“Memang untuk menghadapi stigma itu dengan kita terobos dengan segala macam cara stigma itu kita bongkar, sehingga stigma itu menjadi hilang,” tutup perempuan yang dipanggil Uli itu. (*)