Parapuan.co - Kawan Puan, setiap tahunnya, tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia.
Hari Puisi Nasional ini ditetapkan bertepatan dengan hari wafatnya penyair legendaris Tanah Air, yakni Chairil Anwar.
Selain sosok Chairil Anwar, Indonesia juga memiliki banyak tokoh perempuan penting dalam pergerakan sastranya, tak terkecuali dalam bentuk puisi.
Salah satu tokoh penyair perempuan terkemuka yang patut kamu kenali karyanya adalah Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin atau yang lebih dikenal sebagai N.H Dini.
Lahir di Semarang, Jawa Tengah pada 29 Februari 1936, sosoknya lebih dikenal sebagai novelis dengan karyanya yang berlatar di luar Indonesia. Akan tetapi ia juga kerap menulis berbagai genre sastra lainnya.
Tak hanya novel, N.H Dini juga dikenal dari karyanya yang berupa puisi, drama, hingga cerita pendek.
Gemar menulis sejak dirinya masih duduk di bangku kelas tiga Sekolah Dasar (SD), N.H Dini ternyata tidak mengawali kariernya di bidang sastra.
Melansir laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), putri bungsu dari pasangan Salyowijiyo dan Kusaminah itu tidak sempat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi karena ayahnya meninggal dunia ketika ia baru berusia 13 tahun.
Namun N.H Dini merupakan sosok perempuan yang haus akan ilmu, sehingga ia selalu menyempatkan diri untuk mengikuti pendidikan.
Baca Juga: 4 Pahlawan Perempuan dan Kisah Perjuangannya, Salah Satunya Kartini
Salah satunya adalah pendidikan untuk menjadi pramugari yang menjadi awal mula perjalanan kariernya di Garuda Indonesia Airways (GIA).
Di samping itu, N.H Dini juga mengikuti kursus B-1 Sejarah dan bahasa asing pada tahun 1957 di Semarang yang diselenggarakan oleh Atase Kebudayaan Kedutaan Prancis di Indonesia.
Anak terakhir dari lima bersaudara itu juga pernah bekerja sebagai penyiar Radio Republik Indonesia (RRI) Semarang.
Bakat menulisnya sudah ada sejak kecil
Bakat kepengarangan N.H Dini telah terbina sejak kecil, terutama karena adanya dorongan dari sang ayah yang selalu menyediakan bacaan bagi putri bungsunya.
Akan tetapi, mantan istri seorang diplomat Prancis, Yves Coffin, ini baru menyadari bakat menulisnya ketika guru di sekolahnya mengatakan bahwa tulisannya merupakan yang terbaik.
Alhasil, gurunya pun menjadikan tulisan N.H Dini sebagai contoh ke teman-teman sekelasnya.
Sejak saat itu, N.H Dini selalu memupuk bakatnya dengan mengisi majalah dinding di sekolahnya sekaligus rutin menulis esai dalam buku harianya.
Pada tahun 1952, karyanya yang berupa sajak dimuat dalam majalah Budaja dan Gadjah Mada di Yogyakarta serta dibacakan pada acara Kuntjup Mekar di Radio Jakarta.
Baca Juga: Supeni, Diplomat Perempuan Andalan Soekarno Saat Konferensi Asia Afrika 1955
Beberapa cerita pendek karangannya juga dimuat dalam majalah Kisah dan Mimbar Indonesia, seperti Kelahiran (1956), Persinggahan (1957), dan Hati yang Damai (1960).
Adapun beberapa cerita pendek lainnya yang dimuat di Gelanggang, sebuah lembar kebudayaan majalah Siasat, di antaranya adalah Penungguan (1955), Pagi Hudjan (1957), Pengenalan (1959), Sebuah Teluk (1959), Hati yang Damai (1960), dan Seorang Paman (1960).
Bakat yang dimiliki oleh N.H Dini ternyata tidak hanya terbatas pada karya sastra, sebab bersama kakaknya, Teguh Asmar, ia juga mendirikan perkumpulan seni Kuntjup Seri yang kegiatannya aktif berlatih karawitan atau gamelan, bersandiwara, dan menyanyi.
Saat aktif dengan kegiatan di perkumpulan tersebut, N.H Dini bekerja sebagai anggota redaksi ruang Kebudayaan dalam majalah pelajar di Semarang, yaitu Gelora Muda.
Walaupun sudah tidak lagi bekerja sebagai penyiar, saat itu ia masih aktif menulis naskah drama yang disajikan di RRI Semarang.
Sebagai seorang sastrawan terkemuka, N.H Dini juga pernah menyabet berbagai penghargaan atas karya-karyanya.
Di antaranya adalah penghargaan SEA Write Award di bidang sastra dari pemerintah Thailand pada tahun 2003 dan Lifetime Achievement Award dalam pembukaan Ubud Writers and Readers Festival 2017.
N.H Dini sendiri banyak dinilai sebagai pengarang sastra prosa Indonesia terkemuka yang juga dikenal karena secara intens membicarakan masalah perempuan.
Dalam hal puisi, beberapa karya paling populer dari N.H Dini adalah Bagi Seorang jang Menerima (Gadjah Mada, 1954), Penggalan (Gadjah Mada, 1954), dan Kematian (Indonesia, 1958).
Pada 4 Desember 2018, N.H Dini meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas di Tol Tembalang, Semarang.
Meskipun sosoknya sudah tak lagi ada, namun karya-karyanya akan selalu dikenang oleh masyarakat Indonesia.
Baca Juga: Sarinah, Pengasuh Soekarno yang Namanya Diabadikan Jadi Pusat Perbelanjaan
(*)