Parapuan.co - Kawan Puan, setiap tahunnya, tanggal 1 Mei diperingati sebagai International Workers Day atau Hari Buruh.
Setiap tahunnya dalam memperingati Hari Buruh, nasib dan kesejahteraan buruh atau pekerja perempuan di Indonesia terus menjadi sorotan.
Pada awal bulan Maret lalu ketika memperingati Hari Perempuan Internasional, Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, menilai bahwa pekerja perempuan saat ini masih dalam keadaan rentan.
Hal tersebut juga dilatarbelakangi dengan masih banyaknya perempuan yang harus mengemban tanggung jawab domestik sembari bekerja penuh waktu.
“Selama ini pekerja perempuan telah menjalankan tugas ganda, yaitu sebagai pekerja dan juga sebagai perempuan yang menjalankan aktivitas rumah tangga,” ujar Presiden Asosiasi Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, dikutip dari Kompas.com, Minggu (1/5/2022).
Dalam hal kesejahteraannya, Mirah mengatakan pekerja perempuan nyatanya masih banyak yang harus menghadapi diskriminasi di tempat kerja.
“Pekerja perempuan banyak yang mengalami diskriminasi upah, dilarang menikah, larangan hamil, dan tidak mendapatkan hak cuti haid,” jelas Mirah.
Senada dengan Mirah Sumirat, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) dan isu perempuan sekaligus salah satu pendiri komunitas Perempuan Pekerja, Yuri Muktia, juga menjelaskan bahwa perempuan masih belum mendapatkan hak sepenuhnya di tempat kerja.
“Kalau melihat permasalahan lainnya, kayak isu upah, kesejahteraan dan jaminan sosial lainnya, aku melihat hari ini perempuan pekerja itu masih banyak yang masih tidak mendapatkan haknya,” ujarnya kepada PARAPUAN, Minggu (1/5/2022).
Baca Juga: Maizidah Salas, Penyintas Human Trafficking Pendiri Kampung Buruh Migran
Menurut Yuri, isu mengenai kesejahteraan pekerja perempuan masih kurang diperhatikan oleh pemerintah.
Walaupun sudah ada Undang-Undang (UU) yang mengatur hak hingga kesejahteraan buruh, termasuk buruh perempuan, nyatanya tak sedikit yang masih belum mendapatkan kesejahteraan itu.
“Sekarang juga banyak sekali perusahaan yang, mereka tahu aturan, tapi mereka tidak menjalankan aturan tersebut,” ujar alumnus jurusan Ilmu Hukum Universitas Diponegoro itu.
“Padahal perusahaan itu berperan penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman untuk perempuan,” katanya menyayangkan.
Maka dari itu, Yuri Muktia berharap, pemerintah bisa memperketat kontrol dan lebih tegas lagi dalam mengatasi pelanggaran hak buruh di tempat kerja.
“Jadi kompleks sekali isu tentang pekerja perempuan ini. Kalau kita mengupas satu-satu, itu ada banyak sekali layer,” imbuh Yuri.
Dengan adanya peringatan Hari Buruh setiap tahunnya, Yuri berharap perusahaan bisa memberikan hak kepada para pekerja perempuan yang sesuai dengan aturan yang ada.
Dalam hal kekerasan seksual yang merupakan salah satu permasalahan yang masih ditemukan di tempat kerja, Yuri berharap perusahaan dapat membuat aturan khusus untuk mencegah terjadinya kasus tersebut.
Baca Juga: Sejarah Hari Buruh Internasional atau May Day, Diperingati Setiap 1 Mei
“Kalau untuk kekerasan seksual, aku berharapnya perusahaan di Indonesia itu punya SOP untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual. SOP ini penting banget karena dia akan menjadi semacam payung di perusahaan itu,” ujarnya.
“Ketika sudah memiliki SOP, itu langkah awal perusahaan itu serius dengan kekerasan seksual. Jadi semoga setelah UU TPKS ini disahkan, ke depannya perusahaan itu banyak yang aware dengan kekerasan seksual,” jelas Yuri.
Sementara itu, Mirah Sumirat mendorong agar para pekerja perempuan di Indonesia dapat menyadari hak-hak dasar mereka di tempat kerja.
Seperti Yuri, ia turut mendesak pemerintah agar lebih serius dalam memperhatikan hak-hak pekerja perempuan.
“Pusat pengaduan tentunya harus mampu memberikan perlindungan terhadap korban dan juga menindaklanjuti setiap kasus hingga tuntas dan berkeadilan,” tutup Mirah. (*)