Perfeksionisme umumnya dipahami sebagai disposisi kepribadian.
Menurut Anna Katharina Schaffner Ph.D., seorang hali seni perbaikan diri, seperti dikutip dari Psychology Today, perfeksionis menginginkan kondisi tanpa kesalahan dan sering kali memiliki standar yang terlalu tinggi untuk kinerja mereka sendiri.
Secara etimologis, perfeksionisme berkaitan dengan pengertian kelengkapan. Jadi kita dapat melihat perfeksionisme sebagai keinginan untuk selalu menghasilkan versi sesuatu yang paling sempurna, terbaik, dan tanpa cacat.
Kedengarannya tidak terlalu buruk, dan penting untuk dicatat bahwa perfeksionisme adalah spektrum dan datang dalam berbagai bentuk dan samaran, beberapa di antaranya sama sekali tidak negatif.
Berikut adalah lima alasan utama mengapa perfeksionisme (terutama yang bersifat evaluatif) berbahaya dan dapat membuat kita sakit:
1. Kekhawatiran perfeksionis dikaitkan dengan self-talk negatif dan penilaian kasar terhadap kinerja kita
Perfeksionis batin kita dapat dengan mudah berubah menjadi kritikus batin, bahkan penyabot atau penyiksa batin.
Jika kita kekurangan belas kasih dan apresiasi yang sehat atas keterampilan kita sendiri, terus-menerus menyeret pencapaian dan pencapaian kita sendiri, kehidupan batin kita akan menjadi pemicu stres utama dengan sendirinya. Kita bisa menjadi musuh terburuk kita sendiri.
Baca Juga: Mengenal Skizofrenia, Gangguan Mental yang Butuh Perawatan Seumur Hidup