Pernah memenangkan kompetisi yang diselenggarakan UN Women
Pada tahun 2017, Sisters in Danger pernah memenangkan sebuah kompetisi internasional yang diselenggarakan oleh UN Women Asia Pacific dan Kedutaan Kanada di Thailand, yaitu Unite Song Contest.
Kompetisi tersebut diadakan untuk menyebarluaskan pesan antikekerasan terhadap perempuan dan anak ke seluruh dunia melalui lagu dan video klip.
Pada ajang internasional tersebut, Sisters in Danger mempersembahkan lagu bertajuk 16 Oranges yang akhirnya memenangkan Most Popular Awards.
“Itu kami buat lagunya bareng-bareng. Mas Mulya yang punya lirik terus kami bikin workshop di Bandung. Jadi kami mikirnya bareng-bareng lagunya mau diapakan,” cerita Arnie saat ditanya mengenai pembuatan lagu 16 Oranges.
Cara unik Sisters in Danger kampanyekan isu sosial lewat musik
Tak hanya membuat lirik lagu yang mengusung tema isu tertentu, Mulya dan rekan-rekannya memiliki cara unik untuk menyebarkan awareness melalui musik, yang diberi nama Diskusi Musikal.
Diskusi Musikal merupakan penyuluhan yang dilakukan oleh Sisters in Danger yang terdiri dari seminar dengan iringan musik, sehingga tetap edukatif, tetapi lebih menyenangkan.
“Jadi musik bukan sebagai penghibur di sela-sela seminar, tapi musik menjadi bagian dari penyuluhan itu, diskusi itu. Jadi 50:50, jadi slide presentasi connect dengan daftar lagunya. Lagu ditentukan dengan isu atau tema yang disampaikan, atau bisa sebaliknya,” terang Mulya.
Baca Juga: Perjalanan Karier Wulan Guritno Mulai dari Jadi Presenter hingga Artis
Untuk penyuluhannya sendiri, biasanya Sisters in Danger bekerja sama dengan berbagai sekolah dan kampus untuk memberikan edukasi lewat kunjungan secara langsung.
Tak jarang, mereka berkesempatan untuk keliling Indonesia, disponsori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Arti keberadaan Sisters in Danger untuk para personelnya
Bagi Mulya dan Arnie, mewakili ketiga personel lainnya, band yang digelutinya ini merupakan salah satu medium untuk terus belajar.
Sembari memberikan edukasi pada masyarakat, keduanya mengaku mereka turut ikut belajar dan memahami berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sekitar.
“Ketika kami keliling itu sebenarnya kami juga jadi belajar tentang apa yang terjadi di masyarakat. Jadi kami memberikan edukasi, tapi kami banyak belajar banyak tentang apa yang terjadi di masyarakat dan apa yang harus kami lakukan,” pungkas Arnie.
“Kita menyadari adanya masalah, kita menyadari apa kurangnya kita, apa yang harus kita berikan ke orang lain, memberi empati ketika ada orang yang menjadi korban, dan memberi empati bahwa ada banyak masalah yang dihadapi oleh perempuan,” lanjutnya lagi.
Sementara itu bagi Mulya, lewat kampanye yang dilakukannya, ia mengaku lebih paham dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang laki-laki.
Baca Juga: Aktif Menari Sejak Kecil, Sita Tyasutami Ceritakan Perjalanannya sebagai Penari
“Karena perempuan saja perlu terus belajar untuk memperbaiki diri, apalagi laki-laki yang dari lahir sudah memiliki privilege patriarki,” imbuh Mulya.
Karena selama pandemi sempat tidak aktif karena semua hal dilakukan serba online, Mulya dan Arnie berharap Sisters in Danger dapat kembali berkumpul untuk lanjut berkampanye.
Keduanya juga berharap, ke depannya band ini bisa tampil di berbagai acara musik besar agar bisa lebih dikenal dan suaranya lebih didengar oleh lebih banyak audiens.
Wah, semoga band ini bisa terus melebarkan sayapnya dan apa yang diimpikan oleh para personel Sisters in Danger dapat segera terwujud, ya! (*)