Parapuan.co - Seseorang yang berusia lanjut atau lansia, akan mengalami banyak perubahan. Tak hanya perubahan fisik, tetapi juga kondisi kesehatan dan mental.
Ketika lansia mengalami masalah kesehatan mental, hal tersebut tentu akan memengaruhi rutinitas mereka sehari-hari. Apabila saat mendengar kabar duka dari orang di sekitarnya.
Oleh karena itu, kamu perlu menjaga emosi, kesehatan fisik, dan mental lansia.
Menjelang Hari Lanjut Usia Nasional yang diperingati setiap 29 Mei, penting bagi Kawan Puan untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik pada lansia.
Menurut psikolog Sani B Hermawan Psi, kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah yang dimikiki lansia sudah berkurang.
Fungsi luhurnya (indikator kesehatan mental) juga sudah menurun. Sehingga, mereka memang mengalami kemunduran dalam hidupnya.
"Bahkan dalam pemikiran sehari-hari juga menurun. Kalau yang sudah tua sekali biasanya pelupa, bicara juga sering diulang-ulang," kata Sani sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
"Pada kasus yang lebih parah, buang air kecil tak lagi di toilet. Atau muncul halusinasi," imbuhnya.
Ternyata, menurut studi klinis, ada korelasi antara penuaan dan penurunan kognitif.
Baca Juga: Simak 4 Tips Merawat Orang Tua yang Sudah Lansia, Beri Perhatian Lebih
Bukti menunjukkan bahwa sel induk saraf yang terletak di daerah otak tertentu memiliki peran utama dalam fungsi kognitif seperti memori, pembelajaran, dan perilaku emosional.
Sel-sel induk saraf inilah yang kemudian menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk belajar serta kinerja memori.
Lantas, alasan mengapa Kawan Puan kerap mendapati lansia bersikap seperti anak-anak adalah ketika terjadinya penurunan fungsi kognitif.
Maka itu, kamu boleh jadi mendapati lansia mengompol, mudah marah, atau mulai tidak bisa melakukan komunikasi dengan baik.
Tak hanya itu, kondisi ini juga membuat lansia melupakan hal yang baru saja terjadi tapi mengingat kejadian terdahulu.
"Para lansia biasanya long term memory-nya bagus, short term memory-nya menurun," ujar Sani.
"Karena itu, banyak lansia yang senang sekali membahas masa-masa dulu. Karena adanya regresi di otaknya,” lanjut Sani.
Untuk menghadapi hal tersebut, lingkungan perlu memahami karakter lansia. Dengan memahami kondisi lansia, kamu akan lebih mudah memberikan dukungan.
Baca Juga: Jaga Kesehatan Mental, Ini Bedanya Self-Healing untuk Anak dan Lansia
"Kita harus menyadari bahwa itu bukan keinginan mereka para lansia bersikap demikian, tapi karena adanya kemunduran dari sisi psikologis, psikis, dan mental," ujarnya.
"Kalau kita tidak memahami itu, tentu yang ada hanya rasa kesal saat menghadapinya," tambah psikolog yang juga Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani.
“Menghadapinya harus dengan kesabaran. Paling gampang anggap itu bagian ibadah. Tempatkan diri kita di posisinya. Kita juga tentu ingin di-support dalam kondisi demikian," pungkas Sani. (*)