Parapuan.co - Mulai tahun 2023 mendatang, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) akan menghapus tenaga honorer di pemerintahan.
Kebijakan tersebut diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK).
Menteri PAN RB, Tjahjo Kumolo menjelaskan, kesejahteraan tenaga honorer merupakan salah satu alasan utama mengapa sistem ini dihapus.
“Tenaga honorer sekarang kesejahteraannya jauh di bawah UMR. Pemerintah dan DPR mencari jalan agar kompensasi tenaga honorer bisa setara dengan UMR,” ujarnya dalam keterangan di laman resmi Kemenpan RB, dikutip dari Kompas.com, Selasa (7/6/2022).
Nantinya, para pegawai honorer yang ada saat ini bisa diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) melalui proses seleksi CASN.
Sementara itu, instansi pemerintah yang membutuhkan tenaga lain dapat dilakukan melalui tenaga alih daya atau outsourcing melalui pihak ketiga.
Lantas, apa perbedaan antara tenaga honorer dengan outsourcing?
Pegawai honorer
Melansir Kompas.com, pegawai honorer menurut PP Nomor 48 Tahun 2005 yang diubah dengan PP Nomor 56 Tahun 2012 merupakan seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dalam instansi pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu.
Baca Juga: Tenaga Honorer Akan Dihapus pada 2023, Apa Saja Kategori ASN yang Masih Ada?
Tenaga honorer bukanlah pegawai PNS atau PPPK, sebab ia melaksanakan pekerjaannya berdasarkan perjanjian kerja atau surat keputusan dari Pejabat Tata Usaha Negara.
Nah, karena tidak termasuk ke dalam kategori ASN, perekrutan pegawai honorer tidak diatur dalam UU ASN, sehingga tak heran apabila banyak perekrutannya yang dilakukan tanpa izin dari pemerintah.
Dalam hal gaji, pegawai honorer memperoleh gaji yang berbeda-beda, tergantung pada alokasi anggaran di satuan kerjanya.
Akan tetapi berdasarkan Surat Edaran Kemenpan RB Nomor 5 Tahun 2010, pendataan tenaga honorer terbagi menjadi dua kategori, yakni Kategori 1 (K1) dan Kategori 2 (K2).
K1 merupakan pegawai honorer yang gajinya diperoleh dari APBN atau APBD, sementara pegawai K2 memperoleh gaji dari non-APBN atau non-APBD, misalnya saja komite sekolah.
Pegawai outsourcing
Di sisi lain, outsourcing yang akan menggantikan honorer merupakan tenaga kerja yang bekerja di suatu perusahaan atau institusi, namun secara hukum, mereka ada di bawah perusahaan lain.
Keberadaan outsourcing sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, seperti dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Tenaga Honorer Bakal Diangkat PNS, Ini Kriteria dan Proses Seleksinya!
Perusahaan yang mempekerjakan karyawan outsourcing dapat menggunakan pekerja tersebut untuk melaksanakan sebagian pekerjaan di perusahaan, sesuai dengan perjanjian tertulis antara perusahaan pengguna dan penyedia outsource.
Meskipun bertugas menyalurkan tenaga kerja ke perusahaan lain, perusahaan penyedia tenaga outsourcing harus berbentuk badan hukum dan memiliki izin dari badan ketenagakerjaan.
Dalam hal pekerjaannya, tugas pegawai outsource ialah untuk menunjang perusahaan, sehingga pekerjaannya terpisah dari kegiatan utama perusahaan tempat ditugaskan.
Selain itu, berkaitan dengan status hubungan kerja pegawai alih daya yang ada di bawah perusahaan outsourcing, maka semua hal yang berkaitan dengan upah, perlindungan, hingga kesejahteraan menjadi tanggung jawab perusahaan tersebut.
Demikian sedikit penjelasan mengenai perbedaan antara tenaga honorer dan outsourcing.
Secara keseluruhan, perbedaan antara keduanya terletak pada sistem kerja dan cara pengupahannya. (*)