Satu yang dinilai paling krusial ialah permasalahan sampah plastik, yang mana di Indonesia terdapat 4,8 juta ton sampah plastik tidak terkelola dengan baik setiap tahunnya.
Tercatat sekitar 48 persen sampah plastik dibakar di ruang terbuka, 13 persen tidak dikelola di tempat pembuangan sampah resmi, dan sisanya 9 persen mencemari saluran air dan laut.
Penerapan ekonomi sirkular pun diyakini sebagai salah satu upaya yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan sampah plastik di Indonesia.
Namun, penerapan di lapangan tentu tidak mudah, dan peran serta semua pihak dan sinergi dari semua aktor dalam mata rantai daur ulang harus digalakkan.
Sehingga, sampah sebagai bahan daur ulang dapat dikumpulkan kembali dan diproses menjadi produk daur ulang atau proses pengelolaan lainnya.
Menurut pengamatan Waste4Change, kendala-kendala lainnya adalah kurangnya data di fase pengumpulan sampah plastik.
Salah satunya menyebabkan masih adanya gap yang besar antara sampah plastik yang diproduksi, yang saat ini didaur ulang, dan yang berpotensi untuk didaur ulang.
Hal ini turut berdampak ke pihak produsen seperti Unilever, di mana data yang belum memadai mengakibatkan rantai pasok daur ulang yang ada saat ini menjadi panjang dan belum efisien.
Untuk itu diperlukan upaya yang lebih besar agar dapat memperoleh bahan baku dari plastik daur ulang dalam jumlah signifikan untuk dapat diolah menjadi kemasan kembali.
Baca Juga: Sistem Ekonomi Sirkular Bisa Dimulai dari UMKM, Begini Kata Praktisi