Jika pada awalnya mereka hanya memainkan lagu berbahasa Arab dengan iringan rebana, kemudian seiring berjalannya waktu Nasida Ria mendapatkan hibah alat musik lainnya.
Mulai dari keyboard, gitar, kendang, tamborin, hingga biola yang menjadi ciri khas Nasida Ria.
“Dulu alat musik semua dipegang. Semua mulai dari nol, kita dipanggilkan guru. Kemudian berkembang dikasih not balik, bisa dan latihan sendiri. 40 tahun saya nge-bass gitar,” ujar salah satu personel generasi pertama, Rien Djamain.
Mulai Populer Lewat Lagu Perdamaian
Apabila pada awal kemunculannya lagu-lagu yang dirilis kurang diminati karena berbahasa Arab kental nuansa Timur Tengah, Nasida Ria mulai eksis pada tahun 1980-an lewat lagu bertajuk Perdamaian.
Lagu yang merupakan salah satu lagu di album kelimanya itu menjadi tonggak popularitas Nasida Ria.
Kesuksesan grup ini pun berlanjut di album-album berikutnya dengan lagu yang tak kalah populer, seperti Palestina, Bom Nuklir, Jilbab Putih, Ratu Dunia, Indonesiaku, sampai Kota Santri.
Masa jaya tahun 1980 sampai 1990-an pentas bisa berkali-kali,” kenang Rien menceritakan perjalanan Nasida Ria.
Sebelum tampil di Jerman akhir pekan lalu, grup ini juga sudah pernah berkunjung ke Jerman, Hong Kong, dan Malaysia.
Baca Juga: Inspiratif, Ini Cerita Band Indie Sisters in Danger Suarakan Isu Sosial Lewat Musik
Tercatat hingga tahun 2021 lalu, mereka bahkan sudah menghasilkan sekitar 400 lagu dari 36 album dengan konsep musik kasidah modern.
Choliq Zain mengatakan, lagu-lagu Nasida Ria mengangkat persoalan mengenai kebangsaan, isu lingkungan, sosial, hukum, bahkan sampai keluarga.
“Ada tiga pencipta lagu yang paling dominan, yakni Pak Ahmad Buchori Masruri, H. Fadholi Ambar, dan Suhaimi,” ujarnya.
Syair lagu yang diciptakan tak lekang waktu pun masih relevan sampai saat ini, misalnya saja Perdamaian dan Tahun 2000 yang diciptakan pada tahun 1980-an.
Regenerasi Nasida Ria
Tak ingin berhenti eksis, kini kelompok musik tersebut berupaya untuk melakukan regenerasi dengan melahirkan Ezura, grup kasidah milenial dengan nuansa pop.
Salah satu pendirinya ialah Nazla Zain, cucu HM Zain. Di sini, para personel tak hanya belajar bermusik, namun juga mengaji.
“Saya dan Ayah membentuk grup untuk wadah regenerasi. Mulai dari nol kemudian terbentuk. Awalnya bernama Qasidah Tanpa Nama (QTN), kemudian muncul Ezura,” jelas Nazla.
Sampai saat ini, Nasida Ria dan Ezura membuktikan bahwa mereka mampu menjangkau pasar yang lebih luar.
Bahkan sejak tahun 2015, telah dibentuk Sobat Nasida Ria sebagai wadah untuk para penggemar muda. (*)