Seperti saudara laki-lakinya, Sarma juga memiliki permasalahan di kehidupannya yang tak kalah penting.
Sarma juga memiliki konflik dengan keluarganya, terutama dengan figur Pak Domu selaku ayahnya.
Sayangnya, masalah Sarma dianggap tak sepenting saudara laki-lakinya oleh keluarga.
Sarma dinilai tidak memiliki hak untuk bersuara sebagai anak perempuan di keluarganya sendiri.
Padahal, karakter Sarma memiliki mimpi besar menjadi koki, namun ia harus mengikuti kehendak keluarga yang berbeda dari mimpinya.
Di keluarga yang didominasi laki-laki ini, Sarma digambarkan harus menjadi perempuan penurut.
Bahkan hingga di akhir film, keputusan final Sarma pun dibedakan dengan saudara laki-laki lainnya.
Sarma tetap diceritakan harus mengorbankan mimpinya untuk pilihan dari keluarganya sendiri.
Sedangkan, semua saudara laki-laki Sarma bisa kembali menjalani kehidupan sesuai pilihan mereka masing-masing.
Kawan Puan, secara keseluruhan, film Ngeri-Ngeri Sedap menggambarkan kehidupan perempuan Batak yang serba terbatas.
Keluarga yang menganut sistem patriarki membuat perempuan di film Ngeri-Ngeri Sedap harus mengikuti pilihan hidup dari orang lain dan keputusan turun temurun keluarga.
Di tengah kehidupan modern ini, film Ngeri-Ngeri Sedap juga menghadirkan tantangan yang harus dihadapi masyarakat adat, terutama dalam menyaring tradisi yang masih relevan di generasi sekarang.
Tokoh perempuan di film Ngeri-ngeri Sedap ini menjadi pelajaran yang berharga soal budaya Batak bagi penonton Indonesia yang terbiasa dengan narasi 'Jakartacentris' di film atau serial TV.
Baca Juga: Jadi Lokasi Syuting Film Ngeri-Ngeri Sedap, Ini 5 Fakta Menarik Danau Toba
(*)