Parapuan.co - Menjadi orang tua merupakan tugas seumur hidup yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab.
Sebagai manusia, orang tua pun tak luput dari kesalahan dan trauma yang diwariskan dari pengalaman pahit sebelumnya.
Hal itu yang membuat pola asuh toksik atau toxic parenting sering ditemukan di tengah keluarga di Indonesia.
Akibatnya, keluarga bukan lagi menjadi ruang aman bagi anak-anak dan rumah hanya bangunan tanpa kehangatan di dalamnya.
Arisan Parapuan kembali hadir dengan mengangkat tema Menjadi Rumah untuk Anak pada Kamis, 30 Juni 2022, pukul 15.00 WIB.
Pada kesempatan ini, PARAPUAN mengundang Halimah, seorang kreator konten dan praktisi gentle parenting untuk mengupas tuntas soal pola asuh toksik.
Membuka diskusi panjang, Halimah membahas soal bahaya toxic parenting bagi anak.
Selain itu, Halimah juga mengungkapkan pengalamannya menjadi korban dari pola asuh tersebut.
"Di masa kecil aku bukan orang yang mendapat pola asuh baik, orang tua aku bisa dibilang toxic parents," kata Halimah.
Baca Juga: Bisakah Kita Menjadi Rumah Terbaik untuk Anak? Temukan Jawabannya di Arisan Parapuan
Dampak toxic parenting bagi anak
Kilas balik masa kecilnya, respons yang Halimah miliki adalah kemarahan, bentuk berbahaya dari anak-anak yang mendapat pola asuh toksik ini.
Anak-anak cenderung marah dan menutup diri dari orang tua, dan menyalahkan keadaan keluarga.
Anak-anak bahkan melakukan hal berbahaya demi lepas dari pola asuh tersebut.
Selain itu, Halimah juga menyinggung soal pola asuh otoriter yang bisa menjadi toksik bagi anak-anak.
Pola asuh otoriter biasanya ditandai dengan ekspektasi orang tua yang sangat tinggi terhadap anak-anak.
Orang tua terkesan mengatur dan mengambil keputusan bagi anak.
Mereka juga menghukum kesalahan anak dengan keras, tetapi memberikan sedikit penjelasan.
Halimah menggambarkan kondisi tersebut dengan fungsi remote control yang dikendalikan penuh oleh orang tua.
Baca Juga: Ingin Putuskan Rantai Toxic Parenting, Ini Perjalanan Halimah Dailyjour
Hal itu membuat anak hanya menuruti apa yang diperintahkan oleh remote control tersebut, seperti robot.
"Remote control dipegang orang tua, jadi anaknya dijalankan oleh remote control itu seperti robot, literally robot," tegas Halimah.
Hal itu membuat anak-anak tidak terbiasa mengambil keputusan, hingga tumbuh dewasa dan harus memiliki prinsip hidup sendiri.
"Ketika si anak ini masuk ke dunia nyata, selama ini disetirin, tiba saatnya memutuskan sendiri, dia bingung," kata Halimah dengan tegas.
Keputusan Halimah memutus siklus pola asuh toksik
Seiring tumbuh dewasa dan menjadi orang tua, Halimah belajar bahwa pola asuh toksik tersebut adalah siklus.
Alasan orang tua Halimah melakukan pola asuh toksik adalah melanjutkan warisan dari orang tua mereka sebelumnya.
"Setelah aku belajar parenting dan punya anak, aku menjadi dapat gambaran bahwa toxic parenting adalah sebuah siklus, kayak lingkaran," kata Halimah.
"Kenapa orang tua aku melakukan hal itu kepada aku? Kemungkinan adalah orang tua aku dapat pola asuh seperti itu yang diturunkan dari kakek nenekku," lanjutnya.
Baca Juga: Orang Tua Merasa Paling Benar? Waspadai Jebakan Toxic Parenting
Halimah kemudian menceritakan bahwa komunikasi di keluarga besarnya sangat buruk. Hal itu membuat penyampaian opini terasa seperti konfrontasi.
"Padahal nggak semua opini harus disampaikan dengan ngotot-ngototan," cerita Halimah.
Setelah pengalaman itu, Halimah membentuk komunitas yang mengurus anak-anak jalanan dan belajar soal gentle parenting.
Alih-alih tetap marah dengan keadaan dan hidup dalam siklus pola asuh toksik, Halimah ingin menerapkan pola asuh yang lebih baik kepada anak-anaknya.
Namun, hal itu tidak mudah dan butuh proses, bahkan bagi Halimah yang sudah mempelajari gentle parenting
"Menerapkan gentle parenting tapi nggak mudah," kata Halimah.
"Teori itu lebih gampang dari praktik karena kita lagi berkesperimen dengan manusia," kata Halimah.
Kawan Puan, dampak toxic parenting sangatlah berbahaya bagi perkembangan anak, terutama psikisnya.
Menurut Halimah, menerapkan gentle parenting bukanlah hal yang mudah, tetapi harus diusahakan untuk memutus siklus toxic parenting.
Kawan Puan, tentu menerapkan pola asuh yang baik tak mudah bagi orang tua. Sama juga dengan menghadapi pola asuh toksik yang membuat kita lelah dan membahayakan kesehatan mental.
Bagi Kawan Puan yang ingin menyaksikan Arisan Parapuan "Menjadi Rumah untuk Anak" bersama Halimah lebih lanjut, kamu bisa langsung menuju YouTube Cerita Parapuan.
Yuk, putus rantai toxic parenting dan ciptakan ruang aman bagi anak-anak di rumah! (*)
Baca Juga: Gentle Parenting di Mulai dari Orang Tua, Berikut Manfaatnya!