Lalu, apa itu swamedikasi?
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.919/MENKES/PER/XI/1992, mendefinisikan swamedikasi sebagai upaya pengobatan yang dilakukan secara mandiri untuk mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsulatasi dengan dokter terlebih dahulu.
Mendukung inisiatif tersebut, Prof. Dr. apt. Zullies Ikawati selaku pharmacy expert, menegaskan, d i Indonesia, Pilek Alergi (53 persen) dan Gatal Alergi/Urtikaria (43 persen) merupakan jenis alergi yang paling umum dijumpai.
"Pilek alergi atau rhinitis ditandai dengan beberapa kondisi seperti gangguan tidur; telinga gatal atau berdengung; mata berair, gatal dan merah; bersin-bersin, hidung tersumbat, hidung banyak ingus, hidung gatal; serta tenggorokan gatal, batuk dan postnatal drip," jelasnya,
Sementara gatal alergi atau urtikaria yang biasa disebut biduran atau kaligata, dapat terjadi pada semua kelompok usia.
Bahkan, sekitar 15-20 persen populasi pernah mengalami gatal alergi atau urtikaria selama hidupnya. Gatal alergi atau urtikaria ditandai dengan munculnya ruam dan flare disertai dengan bentol, rasa gatal atau rasa panas.
“Menghindari alergen (pemicu alergi) merupakan penanganan terbaik untuk mengatasi alergi. Meski demikian, seringkali penderita alergi berada di situasi yang tidak memungkinkan mereka untuk menghindari pemicu alergi.
"Misalnya, pelaku perjalanan yang memiliki alergi debu, tetapi harus mengunjungi daerah tersebut. Swamedikasi menghindari pemicu alergi dan anti alergi tanpa kantuk untuk dapat dapat meredakan alerginya,” imbuhnya,
Menyertai kampanye swamedikasi alergi, Bayer selaku perusahaan global dengan kompetensi di bidang Life Science terkait kesehatan dan pertanian, memperkenalkan produk terbarunya: Claritin.
Baca Juga: Alergi Sinar Matahari Sering Dialami Perempuan, Kenali Gejala dan Cara Mencegahnya
“Selama ini penderita alergi sering kali enggan mengonsumsi obat alergi atau antihistamine. Sebab, mayoritas obat tersebut kurang praktis diperoleh lantaran membutuhkan resep dokter. Selain itu, efek sampingnya memicu kantuk sehingga mengganggu produktivitas dan kualitas hidup.
"Hadirnya Claritin dari Bayer kami harap menjadi solusi bagi penderita alergi untuk tetap bebas beraktivitas dan kembali dapat menjalani hidup secara berkualitas untuk redakan alergi,” jelas Steven Lee.
Dengan dosis sekali sehari, Claritin efektif meredakan gejala alergi seperti: bersin-bersin, pilek alergi, hidung gatal dan gatal alergi.
Claritin telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai obat bebas terbatas (tanpa resep dokter).
“Pemerintah mendukung upaya swamedikasi penyakit alergi melalui perubahan golongan obat Loratadine menjadi Obat Bebas Terbatas. Hal ini akan mendukung pelayanan di apotek untuk swamedikasi alergi yang benar kepada konsumen dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan gejala alergi.
"Alergi melibatkan pemicu alergi. Oleh karena itu diperlukan obat Anti Alergi. Loratadine yang merupakan salah satu Anti Alergi yang dapat diberikan secara swamedikasi untuk penanganan Alergi,” papar Prof. Dr. apt. Zullies.
Medical Lead Bayer Consumer Health dr. Riana Nirmala Wijaya, memaparkan, kondisi-kondisi yang menandai urtikaria dan rhinitis tersebut tentunya membuat penderitanya merasa sangat tidak nyaman dan menghambat aktivitas keseharian.
"Dalam rangka perubahan penggolongan obat Loratadin menjadi Obat Bebas Terbatas, Bayer mendukung upaya penyuluhan swamedikasi alergi melalui peluncuran ‘Panduan Swamedikasi dan Gatal Alergi’ untuk pelayanan di apotek pada acara Bayer Pharmacy Summit 2022 yang dihadiri hingga sekitar 8,000 tenaga kesehatan di apotek Bersama Ikatan Apoteker Indonesia," jelasnya.
Selain itu, Bayer juga mendukung edukasi awam melalui Cek Alergi secara digital yang dapat diakses melalui cekpilekalergi.com pada bulan Juli 2022.
Baca Juga: Kenali Hipersensitivitas Progesteron, Reaksi Alergi Jelang Menstruasi
"Loratadin merupakan anti alergi tanpa kantuk, bekerja cepat, dan efektif selama 24 jam untuk redakan gejala alergi dari pemicu alergi dalam dan luar ruangan,” terang dr. Riana.
Ririn Ekawati, figur publik yang terlibat dalam kampanye #RedakanAlergimuBestie, di mana ia pun mengatakan bahwa dirinya juga merupakan seorang yang memiliki alergi.
“Sebagai penderita alergi debu, saya harus berpikir ekstra ketika akan melakukan kegiatan di luar rumah dalam pekerjaan saya. Dengan mengenali alergi saya, termasuk pemicunya melalui swamedikasi, saya jadi lebih bebas untuk menjalani aktivitas dan kegemaran traveling, termasuk menikmati kuliner khas setempat, dengan menghindari pemicu alergi tentunya," ungkap Ririn.
(*)