Parapuan.co - "Teror Ibu sepanjang masa," begitulah tagline film Pengabdi Setan 2: Communion yang menggambarkan ancaman tiada henti sepanjang 119 menit film ini berputar.
Pengabdi Setan 2: Communion kini ramai dibicarakan netizen Indonesia, bahkan global, setelah rilisnya pada 4 Agustus 2022 lalu.
Setelah 5 tahun menjadi tanda tanya, arwah Ibu kembali datang dan berlipat ganda di film Pengabdi Setan 2: Communion.
Film Pengabdi Setan 2: Communion menceritakan tentang babak baru kehidupan keluarga Bapak (Bront Palarae) dengan tiga anaknya yaitu, Rini (Tara Basro), Toni (Endy Arfian), dan Bondi (Nasar Anuz) setelah kematian Ibu (Ayu Laksmi).
Mereka kini tinggal di sebuah rumah susun di daerah Jakarta Utara yang kumuh dan merupakan proyek pemerintah yang tak dilanjutkan.
Tinggal di rumah susun memang terasa aman karena selalu ada tetangga yang akan menolong mereka, namun, apakah mereka benar-benar mengenal tetangga-tetangganya?
Kejanggalan pun mulai terasa di suatu malam yang berlatar hujan badai selepas kematian banyak penghuni rumah susun akibat suatu kecelakaan.
Rahasia soal para penghuni rumah susun ini mulai terungkap perlahan-lahan seiring dengan berjalannya malam yang penting bagi para pengabdi setan.
PARAPUAN berkesempatan untuk menyaksikan film gebrakan baru sutradara Joko Anwar ini di bioskop dengan naik turun emosi yang dibawa oleh setiap adegannya.
Baca Juga: Sinopsis Pengabdi Setan 2: Communion, Lebih Mencekam dari Film Pertama
Plot Sederhana, Menyisakan Tanda Tanya
Berpetualang dalam rumah hantu adalah pengalaman penonton yang mengikuti plot film Pengabdi Setan 2: Communion.
Di babak pertama film, penonton dikenalkan dengan fenomena sekte misterius yang menjadi landasan cerita dan menjawab pertanyaan di film pertamanya.
Ekspektasi untuk babak selanjutnya sangatlah besar, melihat babak awal film ini yang sangat grande dan misterius.
Memasuki babak kedua hingga akhir, cerita dalam film ini malah semakin sederhana dan menyempit, layaknya tiap ruang di rumah susun ini.
Tujuan karakter yang hanya ingin keluar dengan selamat dari rumah susun tersebut membuat penonton lebih fokus pada teror yang disajikan lewat elemen teknis film.
Proporsi ini bisa dibilang seimbang karena penonton tidak perlu memusingkan plot cerita yang berliku di waktu yang bersamaan dengan jumpscare yang tak ada habisnya.
Sayangnya, masih banyak pertanyaan dasar soal latar film Pengabdi Setan yang kembali menjadi tanya tanya di sekuel ini, termasuk sosok Darminah (Asmara Abigail) yang masih belum terjawab.
Mungkinkah ini merupakan sinyal Joko Anwar untuk film Pengabdi Setan 3?
Baca Juga: Begini Karakter Perempuan Tara Basro di Pengabdi Setan 2: Communion, Anak Sulung yang Berani
Tidak Ada Celah untuk Bernapas, Semua Jalan Buntu
Bagi penggemar film horor, film ini merupakan "makanan" yang mengenyangkan karena menghadirkan jumpscare demi jumpscare tiap adegannya.
Hal itu membuat penonton tidak diberikan waktu untuk bernapas sejenak dari rangkaian teror dalam film ini.
Menutup mata saat takut menyaksikan film horor tidaklah berlaku untuk penonton film Pengabdi Setan 2: Communion.
Walau dengan mata tertutup, teror mengerikan masih dapat dirasakan lewat desain suara yang menggelegar.
Ical Tanjung sebagai sinematografer film ini mengajak mata penonton ikut berantisipasi dengan ancaman yang akan datang.
Teknik kamera yang mengobservasi sempitnya rumah susun ini dan gerakan kamera yang tidak dapat diprediksi mampu membuat penonton masuk ke pengalaman mengerikan ini.
Menggunakan cahaya praktikal (lilin, senter, lampu temaram), film ini sangatlah gelap. Hal itu membuat "kejutan" mengerikan semakin tak terduga.
Isu Perempuan hingga Politik dari Para Karakter Baru
Baca Juga: Film Pengabdi Setan 2 Tayang di Malam 1 Suro, Joko Anwar: Nonton 30 Juli Ini Bersejarah
Bukan karya Joko Anwar jika tidak ada sentuhan isu sosial dan politik lewat karakter dan narasi filmnya.
Kehadiran karakter-karakter baru menggambarkan isu sosial di tahun 1980-an yang juga masih kita alami hingga saat ini.
Tari (Ratu Felisha) hadir sebagai representasi perempuan yang mendapatkan stigma negatif dari lingkungan sosial karena pekerjaan dan pakaiannya.
Setiap memasuki rumah yang seharusnya menjadi ruang aman, Tari justru merasa ketakutan dengan niat buruk para lelaki yang sering melakukan cat calling padanya.
Alih-alih takut untuk keluar, Tari yang berdaya justru keras dan berani melawan laki-laki yang mencoba untuk melecehkannya.
Selain Tari, kehadiran sosok Ari (Fatih Unru) juga merupakan gambaran dari kekerasan domestik yang dialami oleh anak.
Ari bahkan tidak merasakan simpati kepada keluarganya lagi karena sepanjang hidupnya, ia mengalami kekerasan fisik oleh orang tuanya.
Kemudian, sosok Wisnu (Muzzaki Ramadhan) berhasil mencuri perhatian dan menarik simpati masyarakat sebagai sosok anak yatim piatu yang harus dewasa di usia yang sangat muda.
Wisnu yang tumbuh dengan orang tua difabel juga menjadi salah satu kunci film Pengabdi Setan 2: Communion.
Penghuni rumah susun ini menjadi gambaran kemiskinan di Jakarta pada tahun 1980-an saat lapangan pekerjaan mulai terasa sulit dan orang-orang tinggal secara komunal.
Isu politik tahun 1980-an soal Penembak Misterius (Petrus) juga terus disuarakan Joko Anwar dalam film ini karena sama-sama memiliki isu kematian dan pembunuhan misterius.
Secara keseluruhan, film Pengabdi Setan 2: Communion ini adalah paket lengkap film horor Indonesia.
Joko Anwar sekali lagi menaikkan standar perfilman Indonesia dengan film Pengabdi Setan 2: Communion.
Baca Juga: Jadwal Tayang Pengabdi Setan 2: Communion, Tak Kalah Seram dari Film Pertama
(*)