Uang pertama kali diperkenalkan oleh kongsi dagang VOC pada tahun 1748. Saat itu, uang kertas berupa surat utang yang bisa menjadi alat tukar.
Selanjutnya, pada tahun 1783, VOC mengedarkan mulai uang kertas dengan jaminan perak 100 persen.
Setelah VOC bangkrut, wilayah kekuasaannya beralih ke pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1825, Raja Willem I mengusulkan agar bank didirikan suatu bank untuk mengedarkan uang di tanah jajahannya di Timur yang akhirnya melahirkan DeJavasche Bank pada tahun 1828 berdasarkan suatu Oktroi, wewenang khsus dari Raja Belanda.
Menyebarkan uang kertas dan logam, DeJavasche Bank diberi wewenang untuk mengedarkan uang kertas dengan nilai 5 gulden ke atas.
Uang koin Hindia Belanda disebut juga uang Benggo yang memiliki bahan dasar tembaga.
Selain berfungsi sebagai alat pembayaran, bentuk uang Benggol yang besar dan tebal kerap digunakan untuk kerokan guna mengobati masuk angin, khususnya pada pecahan 2 ½ cent Nederlandsch-Indie.
Koin ini ini dicetak sejak 1856 – 1945 dan berlaku hingga tahun 1950-an dengan jumlah yang bervariasi setiap tahunnya.
Uang di Zaman Jepang
Saat datangnya Jepang, pemerintahan baru di Indonesia pun hadir. Jepang menghadirkan tiga uang kertas selama kependudukannya di Tanah Air.
Baca Juga: Ukuran hingga Desain, Ini Perbedaan Uang Baru 2022 dengan Uang Rupiah Lama
Saat era Dai Nippon, uang yang berlaku saat itu yakni gulden dari warisan pemerintah Kolonial Belanda.
Perlahan, Jepang pun mulai mengganti uang Belanda dengan mengedarkan uang kertas.
Uang kertas pertama yakni Uang Kertas Pemerintah Jepang Seri De Japansche Regeering dengan pecahan nominal 5 gulden yang diterbitkan pada 1942.
Uang kertas kedua yang diterbitkan penjajah Jepang yakni seri Dai Nippon Teikoku Seihu yang mulai dirilis pada tahun 1943.
Uang kertas ketiga adalah seri De Japansche Regeering dengan nominal 10 gulden pada tahun 1942
Ketiga uang kertas yang dihadirkan pemerintah Jepang itu ditarik dari peredaran pada tahun 1946.
(*)