Indonesia sudah memiliki payung hukum yang mengatur tentang aborsi, namun hukum ini belum bisa membantu mewujudkan layanan aborsi aman untuk perempuan korban perkosaan.
Padahal, undang-undang yang mengatur tentang aborsi di Indonesia salah satunya menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh perempuan korban perkosaan.
Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan mengatur tentang pengecualian aborsi untuk dua hal yakni jika ada kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.
Pasal ini menyatakan:
“Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
1. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderitas penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
2. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Selain dari UU Kesehatan, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), sebuah gerakan yang mendasarkan pada visi Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, termasuk perempuan memiliki pandangan positif terhadap isu tersebut.
KUPI bahkan akan mengeluarkan fatwa terbaru mereka terhadap isu kekerasan seksual dan juga layanan kesehatan untuk perempuan korban perkosaan termasuk dalam hal ini pilihan untuk menghentikan kehamilan pada bulan November 2022.
Baca Juga: Berpayung Hukum, Perempuan Korban Pemerkosaan Memiliki Hak Atas Aborsi Aman