Parapuan.co - Kabar menggembirakan datang dari benua Eropa ketika ada seorang desainer Indonesia yang berhasil go international di industri fashion Jerman.
Yaitu Adhimiharja, sebuah label rintisan atau fashion label startup yang dimotori oleh YM Adhimiharja dan Detlef Fromme.
Adhimiharja baru saja memamerkan delapan looks pakaiannya yang memamerkan unsur wastra nusantara dalam koleksi bertajuk Sedap Malam di pagelaran Neo Fashion @ Berlin Fashion Week (8/9/2022).
Menariknya lagi, bukan hanya mencuri perhatian karena penggunaan material wastra nusantara seperti batik, Adhimiharja juga menerapkan proses pembuatan yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan.
Penerapan konsep sustainable fashion ini menjadi 'nyawa' label mode Adhimiharja di tengah gegap gempita fast fashion dalam industri mode saat ini.
"Saya pikir (sustainability) adalah movement yang organik dari (label) Adhimiharja," ujar YM Adhimiharja dalam wawancara dengan kontributor PARAPUAN di Berlin, Jerman.
Disampaikan oleh sang desainer bahwa label Adhimiharja dimulai karena ia tahu apa yang ingin dan tidak dilakukannya.
"Untuk jadi 100 persen sustainable di dunia mode, saya bisa klaim it's almost impossible. Jadi akhirnya kita pikir, coba kita lakukan sesuatu yang bisa kita lakukan sebaik mungkin, tanpa harus jadi (terlalu) idealis," imbuhnya lagi.
Baca Juga: Keindahan Sedap Malam Adhimiharja di Neo Fashion at Berlin Fashion Week
Adapun langkah yang dilakukan Adhi untuk mewujudkan hal tersebut pada label modenya adalah dengan berusaha untuk selalu memesan langsung kepada perajin kain.
"Atau yang menjahit harus satu orang untuk satu pakaian, supaya nanti kita bisa bilang bahwa 'si ibu atau bapak ini loh yang membuat pakaian ini'. Ini untuk menceritakan sesuatu," ujar Adhi lagi.
Menurutnya, hal yang dilakukannya ini sudah menjadi langkah awal untuk menerapkan proses membuat pakaian yang berkelanjutan.
Selain itu, label Adhimiharja juga menerapkan upcycling pada proses pembuatan koleksinya.
"Kita juga berusaha meng-upcycling kain-kain yang enggak dibuat langsung, kita keep dulu. Atau barang-barang yang enggak sempet kejual, sama kita diatur untuk jadi barang baru," tambahnya.
Langkah lain yang juga dilakukan Adhimiharja untuk konsisten menerapkan sustainable fashion adalah dengan tidak produksi terlalu banyak koleksi.
"Kita melihat dari angka yang kita selama ini pelajari, kalau misal article itu tidak mencapai (penjualan) target, maka kita akan terapkan maksimal 30 pieces," jelasnya lagi.
Adhi sendiri menjelaskan bahwa Adhimiharja tidak mengklaim diri sebagai label yang sustainable 100 persen, namun dalam prosesnya tim berusaha sebisa mungkin untuk menggapai visi misi tersebut.
Untuk menjadi sebuah label mode yang berkelanjutan bukanlah perkara yang mudah, setidaknya itu yang dialami oleh adhimiharja ketika memperluas pasar di Jerman.
Baca Juga: Tabrak Warna, Ini 5 Street Style Pengunjung Neo Fashion at Berlin Fashion Week 2022
Karena salah satu tantangan yang dihadapinya adalah material kain yang ramah lingkungan, yang sulit didapatkan.
Menurut Adhi, supply chain untuk kain yang 100 persen ramah lingkungan susah ditemukan di sana.
Sehingga yang dilakukan Adhimiharja adalah dengan menggunakan kain overstock dari orang lain, apabila tak membuat koleksi dengan kain yang diproduksi secara langsung.
"Jadi daripada bikin kain baru, kita pakai kain yang sudah ada," jelasnya.
Bukan hanya ketersediaan material saja yang jadi kendala bagi Adhimiharja dalam menerapkan produksi pakaian yang berkelanjutan, konsistensi dan keinginan untuk melakukannya juga kerap jadi tantangan.
Pasalnya, menurut Adhi, konsumen Eropa yang sangat peduli terhadap orang di balik setiap pembuatan pakaian, terkadang sudah lebih dulu khawatir dengan harga yang mahal dari sebuah koleksi yang sustainable.
"Padahal sejauh ini yang sudah kita lakukan adalah it's still affordable price," tutup Adhi, yang juga berusaha meyakinkan penikmat mode di Eropa.
(*)