Negara-negara perlu meningkatkan pengeluaran, mengubah kebijakan untuk meningkatkan akses bagi anak perempuan dan siswa penyandang cacat.
Selain itu, peningkatan juga harus dilakukan untuk memodernisasi pengajaran untuk menekankan pemikiran kritis daripada menghafal.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed mengatakan itu adalah kesempatan sekali dalam satu generasi untuk "mengubah pendidikan secara radikal".
"Kita berhutang pada generasi mendatang jika kita tidak ingin menyaksikan munculnya generasi yang tidak cocok," katanya.
Menurut PBB, sebanyak 130 negara berkomitmen untuk memperbaiki sistem edukasi dan mengambil tindakan untuk mempelajari krisis.
Negara-negara tersebut harus mengeluarkan 20 persen anggaran negara untuk pendidikan.
Akibat pandemi Covid-19, gedung sekolah ditutup di berbagai negara.
Sekolah di beberapa bagian Amerika Latin dan Asia Selatan ditutup selama 75 minggu atau lebih, menurut UNESCO.
Tak sedikit pula tak mendapatkan akses internet untuk belajar online melalui konverensi video untuk pembelajaran jarak jauh.
Baca Juga: Buku Malala Yousafzai Dilarang Beredar di Pakistan, ini Penyebabnya
Keterlambatan belajar rata lebih dari 12 bulan dialami siswa di Asia Selatan hingga kurang dari empat bulan untuk siswa di Eropa dan Asia Tengah, menurut analisis oleh perusahaan konsultan McKinsey & Company.
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengatakan sementara sebagian besar ruang kelas dunia dibuka kembali, 244 juta anak usia sekolah masih putus sekolah.
Dia mengatakan 98 juta dari anak-anak itu tinggal di Afrika sub-Sahara, diikuti oleh Asia Tengah dan Selatan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta majelis umum untuk menjadikan pendanaan pendidikan untuk sebagai prioritas yang harus dilakukan.
"Alih-alih menjadi enabler yang hebat, pendidikan dengan cepat menjadi pembagi yang hebat," katanya.
"Ini adalah satu-satunya investasi terpenting yang dapat dilakukan negara mana pun pada rakyatnya dan masa depannya," ungkapnya.
(*)