Seseorang dalam panggilan telepon tersebut meminta Sumarsih segera ke RSI Gondanglegi untuk melihat kondisi sang anak.
Kakak-kakak Rafi pun ikut ke rumah sakit dan mencari keberadaan adik mereka hingga diminta memeriksa ruang jenazah.
Teriakan histeris dari sang kakak dari sambungan telepon pun menjadi berita duka bagi Sumarsih yang kini mengetahui bahwa putranya telah tiada.
"Saya teriak, saya nangis, saya enggak bisa apa-apa waktu itu, hanya bisa menangis dan teriak saja," cerita Sumarsih, mengenang hari penuh dukanya.
Sumarsih kemudian menceritakan kondisi anak keduanya yang masih syok atas kepergian Rafi.
"Terutama yang nomor dua karena setiap hari tidurnya bersama," kata Sumarsih.
"Tadi waktu di wawancara dia masih kepikiran, masih syok dengan kepergian adiknya," tutur Sumarsih lebih jauh.
Lewat cerita anak pertama dan keduanya, Sumarsih dapat membayangkan kondisi di Stadion Kanjuruhan yang sesak dan penuh kepanikan.
"Keluar itu sulit sekali, tapi alhamdullilah bisa keluar. Kata teman sekolah Rafi, penonton yang ke lapangan diarahkan ke tribun, setelah dari tribun, pintu keluarnya ditutup," cerita Sumarsih.
Baca Juga: Duka Tragedi Kanjuruhan, Ternyata Gas Air Mata Berdampak pada Kesehatan Mental