Parapuan.co - Kawan Puan, 13 Oktober diperingati sebagai Hari Tanpa Bra atau biasa disebut No Bra Day.
Bukan sebuah gerakan vulgar, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya kanker payudara.
Di Indonesia, bra atau BH dikenal juga dengan sebutan kutang yakni pakaian dalam perempuan untuk menutupi payudara.
Kutang yang dimaksud di sini terdiri dari kain berbentuk mangkuk, tali bahu, ban berkerut untuk menyangga dada.
Kawan Puan mungkin sudah jarang mendengar kata kutang dalam pergaulan, karena sebutan bra atau BH telah menjadi sebutan yang lazim.
Tapi, tahukah Kawan Puan bahwa sejarah kutang di Indonesia telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda.
Dilansir dari laman Kompas.com, Sulistiyoningrum, dalam tugas akhirnya di Jurusan Jurusan Teknik Boga dan Busana Universitas Negeri Yogyakarta menyebut, perempuan di Jawa masih jarang menggunakan penutup payudara.
Bahkan, hingga awal abad ke-19, perempuan di Jawa masih banyak yang bertelanjang dada.
"Hingga awal abad ke-19 di daerah Jawa masih banyak penduduk perempuan yang bertelanjang dada. Mereka hanya memakai penutup di bagian bawah," tulis Sulistiyoningrum dalam tugas akhir berjudul Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso.
Baca Juga: Anti Sesak, Ini 3 Rekomendasi Bra Tanpa Kawat yang Nyaman untuk Sehari-hari
Kutang dan Sejarahnya Jalan Anyer-Panarukan
Seperti disampaikan sebelumnya, sejarah kutang di Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan dan lebih tepatnya pada pembangunan proyek jalan Deandels dari Anyer sampai Panarukan.
Cerita ini diawali oleh seorang pembantu setia Gubernur Jenderal yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek tersebut adalah Don Lopez comte de Paris.
Don Lopez merupakan orang yang pertama kali menyuruh para pekerja paksa proyek jalan Anyer Panarukan itu untuk menutup bagian payudaranya.
Dirinya pun memotong kain putih dan memberinya kepada salah satu budak perempuan dari Semarang yang mengerjakan jalan pos di kota tersebut.
Sambil memberikan potongan dia berkata “tutup bagian berharga itu..”. Dalam bahasa Perancis kata berharga disebut “coutant” yang terdengar seperti kutang.
Mulai saat itu, para pekerja perempuan mulai menyobek kain-kain putih untuk menutupi bagian payudara mereka, kemudian kain penutup tersebut dikenal sebagai kutang sampai saat ini.
Sejak saat itulah orang Indonesia mulai mengenal kutang dan mulai mengembangkan dalam bentuk yang sangat sederhana.
Kutang Suroso
Baca Juga: Trending di Twitter, Ini 5 Rekomendasi Bra Tanpa Kawat dari Sorex
Bicara mengenai sejarah kutang, hal ini juga erat kaitannya dengan kutang suroso.
Karena, setelah beberapa tahun merdeka, kemudian mulai populer kutang jenis baru yang dikenal dengan Kutang Suroso.
"Kutang Suroso merupakan bentuk pengembangan pertama dari kutang di Indonesia," kata Sulistiyoningrum dikutip dari NationalGeographic via Kompas.com.
Diperkirakan, nama kutang Suroso berasal dari nama Suroso yang populer pada 1960 setelah berhasil memproduksi kutang yang digandrungi banyak perempuan di pelosok Yogayakarta dan Jawa Tengah.
Sekarang, lokasi sentral pembuatan Kutang Suroso berada di Juwiring, Klaten, Jawa Tengah.
Penyebaran Kutang Suroso terjadi pada zaman revolusi, berbarengan dengan tumbuhnya industri Kutang Suroso di Pulau Jawa.
"Bentuk dasar kutang merupakan bentuk pakaian yang tertua, bahkan sebelum orang mengenal adanya kain lembaran yang berupa tenun, orang sudah mengenal bentuk pakaian ini," ungkap Sulistiyoningrum.
Memasuki tahun 1980, Kutang suroso lebih banyak dipakai oleh wanita-wanita lanjut usia.
Baca Juga: Lebih Rapi dan Tak Mudah Rusak, Ini Tips Simpan Bra ala Marie Kondo
"Penggunaan bagi mbah-mbah (nenek-nenek dalam bahasa Jawa) dalam memakai kutang suroso dengan alasan nyaman dipakai," tulis Sulistiyoningrum.
Bentuk Kutang Suroso
Kutang Suroso berbentuk menyerupai silinder atau pipa tabung yang berbahan dasar kulit kayu.
Hal yang unik, kutang Suroso juga dapat menutupi tubuh dari bawah ketiak sampai panjang yang diinginkan.
Keunikan lain dari Kutang Suroso terdapat di bagian kancing yang terletak di bagian muka, berbeda dengan kutang atau BH kotemporer dan modern.
Keberadaan kancing atau pengait kutang di bagian depan dapat mempermudah penggunanya untuk menggapainya.
Hal tersebutlah yang sering dikeluhkan oleh wanita lanjut usia karena kerap terkilir ketika menggapai pengait yang biasanya berada di bagian punggung.
Nah, Kawan Puan itu dia sejarah bra atau kutang di Indonesia yang ternyata dimulai sejak zaman penjajahan.
Baca Juga: Ini Tipe Lingerie yang Buat Pengalaman Berpakaian Lebih Eksploratif
(*)