Pemicu trauma dapat menyebabkan reaksi yang meningkat tetapi pengalaman sensorik yang sama mungkin tidak memengaruhi seseorang tanpa PTSD.
Pemicu kekerasan dalam rumah tangga dapat mencakup apa pun yang mengingatkan otak tentang orang yang terlibat dalam traumamu:
1. Suara: memecahkan kaca, membanting pintu, atau berteriak.
2. Bau: asap rokok, kopi, atau parfum.
3. Pemandangan: gaya pakaian, gaya rambut, atau jenis kendaraan yang mereka kendarai.
Pemicunya juga bisa kurang langsung. Misalnya, kamu mungkin melihat seseorang berjalan-jalan dengan seekor anjing. Ini mungkin mengingatkanmu pada percakapan tentang anjing yang kamu miliki dengan orang yang terlibat dalam KDRT yang kamu alami.
Apa Saja Gejalanya C-PTSD?
Trauma jangka panjang dapat memiliki efek jangka panjang pada cara kerja otak. Bahkan bisa mengubah bentuk otakmu.
Menurut sebuah studi 2018, orang yang hidup dengan PTSD mungkin memiliki hippocampi yang lebih kecil.
Hippocampus memainkan peran penting dalam pembelajaran dan memori.
Baca Juga: 5 Cara Menjelaskan kepada Orang Tua Bahwa Kamu Perlu ke Psikolog
Trauma juga dapat mengubah cara kamu berinteraksi dengan lingkungan dan orang lain.
Sistem saraf simpatikmu tetap aktif, dan kamu hidup dalam keadaan kewaspadaan yang berlebihan terhadap kemungkinan bahaya.
Departemen Urusan Veteran A.S. mencantumkan yang berikut ini sebagai gejala C-PTSD:
- Perubahan perilaku seperti agresi dan impulsif.
- Masalah emosional seperti kemarahan atau depresi.
- Tanda-tanda kognitif seperti perubahan identitas
kesulitan hubungan. - Gejala fisik tanpa penyebab medis yang jelas.
Kamu mungkin juga mengalami gejala seperti:
- Sulit tidur
- Keteralihan
- Malu atau bersalah
- Mimpi buruk
- Masalah kepercayaan
- Cenderung menghindar
- Falshbacks
- Disosiasi
- Mudah terkejut
- Murungan
- Berpikiran negatif
Trauma berbasis hubungan seperti kekerasan dalam rumah tangga dapat mengubah caramu berinteraksi dengan orang lain.
Misalnya, kamu mungkin merasa lebih sulit untuk mempercayai orang lain.
Beberapa orang yang pernah mengalami KDRT merasa mereka tidak pantas mendapatkan hubungan yang bebas trauma.
Mereka mungkin berulang kali menemukan diri mereka dalam hubungan disfungsional karena mereka akrab.
Sebuah studi tahun 2016 menemukan bahwa anak-anak dengan riwayat pelecehan fisik dan seksual lebih mungkin mengalami viktimisasi oleh teman sebayanya begitu mereka mencapai masa remaja.
Baca Juga: Konseling Gratis untuk Kesehatan Mental, Catat Tanggal dan Caranya
(*)