Parapuan.co - Kemajuan dunia digital memang memengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk industri fashion secara global.
Bahkan konsep digital pun diamini sebagai transformasi yang masif dalam industri ritel saat ini dan masa depan.
Hal ini pun semakin menguat saat pandemi Covid-19 hadir dan membuat peran digital sangat penting untuk perkembangan suatu industri.
Tak bisa dimungkiri, hal ini juga disertai dengan perubahan gaya hidup offline ke online serta profil customer atau pembeli yang juga berubah cara belanja, memilih barang hingga mindset-nya.
Catatan dari Bank Indonesia menyebutkan jumlah transaksi e-commerce mengalami peningkatan yang sangat signifikan, per September 2020 mencapai Rp180,74 triliun namun penjualan online hanya mewakili 18 persen ritel secara global.
Kemudian, di tahun ini angkat tersebut melonjak pesat menjadi Rp526 triliun, yang menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dan menjadi opportunity untuk para pebisnis dalam mengembangkan lagi strategi dalam platform digital.
Potensi dan momen inilah yang harus dicermati oleh para pebisnis fashion atau fashionpreneur agar lebih dalam jeli membaca pasar serta konsep digital apa yang cocok untuk diaplikasikan ke market yang dituju.
“Saat ini ritel fashion dapat bertahan bukan karena konsep marketing yang by textbook tapi harus adaptif terhadap perubahan yang begitu cepat,” papar Melinda Babyanna, Founder dan CEO The Bespoke Fashion Consultant.
Dalam acara TBF Fashion Talk, ia juga memberikan contoh konsep marketing yang bisa diterapkan oleh pelaku bisnis fesyen, seperti pemanfaatan konsep O2O commerce atau online to offline commerce.
Baca Juga: Berawal dari Busana Muslim, Begini Perjalanan Industri Modest Fashion di Indonesia
Lalu, jika punya toko offline bisa menerapkan strategi bisnis dengan menghadirkan pengalaman berbelanja secara phygital, yaitu menggabungkan cara belanja fisik dan digital, contohnya instore experience seperti virtual fitting room.
Lantas cara seperti apa yang bisa membuat bisnis fashion lokal bertahan?
Dijelaskan oleh perempuan yang akrab dipanggil Baby ini bahwa peran dan supporting system secara terintegrasi sangat dibutuhkan apalagi dalam menghadapi sirkular ekonomi digital.
Menurutnya, yang akan juga menjadi tren ke depan adalah penggunaan aplikasi digital dalam ranah online yang dimiliki oleh brand, sehingga improvisasi pada online store harus terus dilakukan.
“Salah satunya adalah penggunaan 3D design dalam tampilan katalog yang ada di website brand Anda. Hal ini memudahkan para customer atau calon pembeli untuk memahami item koleksi yang ingin dibeli secara detail dan memberikan experience digital yang baru, “ tegasnya.
Pengaruh digitalisasi terhadap industri mode tidak hanya terlihat dari lonjakan jumlah fashion brand sebagai pemain pasar baru tetapi juga daya popularitas dan seleksi alam label mode yang telah ada.
Banyak brand fesyen baru yang menuai sukses besar dalam waktu yang singkat, atau pemain lama yang dahulu terlihat biasa kini menjadi hebat.
“Jika ditilik secara seksama, desainer mode atau fashion brand yang unggul di masa kini adalah mereka yang dapat melebarkan sayap kreativitasnya pada media digital,” tuturnya.
Terakhir ia juga menyampaikan, untuk terjun dalam ranah digital maka pemain pasar mode harus presisi dalam pemilihan media serta eksekusinya.
Baca Juga: Jadi Ikon Jakarta Fashion Week 2023, 2 Model Ini Dobrak Standar Kecantikan Toksik
(*)