Sudah Ikut Standar Global, BPOM Tak Cek Satu Persatu Cemaran EG dan DG pada Obat

Saras Bening Sumunar - Rabu, 26 Oktober 2022
BPOM tak cek satu persatu cemaran ED dan DG pada obat.
BPOM tak cek satu persatu cemaran ED dan DG pada obat. spukkato

Parapuan.co - Beberapa waktu belakangan, para orang tua dihimbau untuk tidak memberikan si kecil obat sirup.

Hal ini sehubungan dengan gagal ginjal misterius yang merenggut nyawa setidaknya 133 anak.

Diduga, kematian ini disebabkan karena kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DG) dalam obat.

Baru-baru ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengaku bahwa pihaknya tidak melakukan pengawasan terhadap pencemaran atau zat kontaminan yang ada dalam produk obat.

Hal ini disampaikan oleh Penny Lukito selaku kepala BPOM sebagaimana dilansir dari Kompas.com.

Menurutnya, pengawasan terhadap produk obat memang tidak dilakukan pengecekan satu persatu pada setiap produk.

Hal ini mengacu dengan standar global yang telah ada.

"BPOM sudah menerapkan pengawasan terhadap pencemaran dalam bahan baku, (baik pengawasan) pre-market dan post-market, sesuai ketentuan internasional," jelas Penny.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan, ketentuan internasional yang dimakasud adalah, perusahan farmasi tidak boleh menggunakan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DG) bahan baku obat.

Baca Juga: Mengenal Etilen Glikol dan Dietilen Glikol, Diduga Penyebab Gagal Ginjal Akut

Lebih lanjut, etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DG) ini bisa muncul dari hasil bahan pelarut.

Misal dalam obat sirup, dari bahan-bahan propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliseron.

Sebenarnya, kemunculan EG dan DG ini diizinkan hanya dalam batas tertentu yang dapat ditoleransi tubuh.

Batas tersebut yakni 0,5 miligram per kilogram berat badan per hari.

"Selama ini memang pengawasan terhadap kadar pencemar di produk jadi itu tidak menjadi ketentuan dalam pengawasan standar kompendia atau pembuatan obat, tidak mensyaratkan adanya pengawasan produk jadi terhadap pencemar-pencemar tersebut. Jadi itu memang tidak dilakukan," tambah Penny.

Selanjutnya, Penny juga mengungkapkan bahwa pengendalian kualitas atau quality control obat ada pada mekanisme internal perusahaan farmasi.

Pihak perusahaanlah yang pada akhirnya melaporkan ke BPOM.

Meski begitu, pihak BPOM tidak serta merta menerima laporan tersebut.

BPOM juga melakukan verifikasi dan uji sampling sebelum dipasarkan (pre-market) dan juga uji sampling setelah dipasarkan (post-market) berbasis risiko.

Terkait kasus gagal ginjal misterius yang merenggut 133 nyawa anak, ini membuat BPOM mengevaluasi sisten pengawasan obat yang telah dijalankan selama ini.

Meski belum ada kesimpulan resmi, kasus ini diduga berkaitan dengan kandungan EG dan DG yang melebihi batas pada obat sirup.

"Ke depan, kami akan memperbaiki dan memperkuat pengawasan baik di pre-market maupun post-market," pungkas Penny.

Baca Juga: Gagal Ginjal Akut Makin Mengkhawatirkan, Ini 5 Tips dan Langkah Pencegahannya

(*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Linda Fitria


REKOMENDASI HARI INI

Ada Budi Pekerti, Ini 3 Film Indonesia Populer yang Bertema Guru